in

Komnas Perempuan: Kasus Asusila Semakin Marak, RUU PKS Kian Mendesak Disahkan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan. Pasalnya, saat ini kasus asusila semakin marak.

Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati mencontohkan kasus yang menimpa perempuan asal Semarang berinisial S. Korban tersebut telah disetubuhi selama bertahun-tahun oleh orang dekatnya yang bernama I Nyoman Adi Rimbawan (45).

Saat ini, kasus tersebut masih dalam proses persidangan. Karena itu, delegasi Komnas Perempuan juga menyempatkan menyambangi Pengadilan Negeri (PN) Semarang untuk turut mengawalnya.

Menurut Sri, wajar jika kasus yang menimpa korban berinisial S menjadi perhatian publik. “Saya kira ini sangat penting menjadi pembelajaran di tingkat nasional dan menjadi rumusan kebijakan yang sangat signifikan,” jelasnya, Senin (12/8/2019).

Dikatakan, saat ini pemerintah pusat sedang membahas RUU PKS, sekaligus melakukan perubahan kebijakan. Sehingga, kasus-kasus serupa nantinya tidak menyulitkan para korban untuk mengakses keadilan.

“Kebetulan saja kasus di Semarang ini korbannya berdaya secara ekonomi dan pengetahuan, sekalipun pengetahuannya didapat setelah korban beranjak dewasa,” bebernya.

Berdasarkan informasi, korban S diduga mendapat kekerasan dari orang dekatnya dengan cara dipaksa melakukan persetubuhan. Bahkan tindakan itu dilakukan dengan cara yang tidak manusawi.

Korban mendapat perlakuan bejat sejak ia masih kecil, berusia sekitar 13 tahun hingga menginjak 18 tahun. Korban baru berani melapor setelah mendapat pengetahuan di bangku pendidikan serta saran dari rekannya.

Sehingga, kata Sri, ini menjadi catatan penting bagaimana kekerasan seksual harus diatur dalam RUU PKS. “Juga hukum acaranya yang terkait dengan pembuktian, mengigat kasus ini tidak mudah bisa sampai pengadilan,” bebernya.

“Kita bisa melihat, bagaimana kemudian melakukan berbagai cara untuk membuktikan bahwa kekerasan seksual itu terjadi, kekerasan seksual itu ada, dan pelakunya patut untuk dihukum seberat-beratnya,” tandas Sri. (*)

editor : ricky fitriyanto