in

Kolaborasi Suami Istri, Dosen-Mahasiswa hingga Sepasang Kekasih Melukis Becak di Kota Lama

Kawasan Kota Lama memiliki sudut-sudut eksotis dengan kegiatan nyentrik. Salah satunya adalah kegiatan lomba “Mbatik Becak” yang digelar portal berita online jatengtoday.com.

Hal itu mendapat respons menarik dari berbagai kalangan seniman. Sedikitnya ada 30 tim seniman dari berbagai komunitas mengikuti lomba melukis 30 becak tersebut. Hal yang menarik, para peserta lomba ini diikuti tim kolaborasi berbagai kalangan.

Ada dosen bersama mahasiswa, suami-istri bersama anaknya, hingga sepasang kekasih melukis bersama. Tentu saja hal itu semakin menambah betapa romantisnya mereka menikmati hari indah dengan kebersamaan. Apalagi sembari ngabuburit menunggu berbuka bersama.

Minggu (20/5) siang, gang di sekitar gedung Monod Diephuis, kawasan Kota Lama, Semarang, terlihat banyak becak ditata berjejer. Para seniman tampak mengaduk cat minyak di gelas-gelas mungil. Mereka siap beradu kreasi ‘mbatik becak’.

Hal itu memantik perhatian para pengunjung kawasan Kota Lama untuk menyambangi lomba melukis becak tersebut. Sejumlah fotografer pun tak mau kehilangan momen untuk mengambil gambar dari berbagai angle.

Salah satu peserta, Zakki, mengaku tertarik mengikuti lomba Mbatik Becak ini. Bahkan ia mengajak kekasihnya untuk turut serta menjadi peserta. “Asyik aja sih. Kegiatan ini antimainstream. Menunggu berbuka bersama sembari melukis becak. Apalagi bersama orang yang dicintai,” katanya.

Meski tidak menang, ia mengaku senang bisa ikut melukis bersama. “Romantisme itu yang paling penting. Sehingga kota ini menjadi kota yang penuh kenangan,” kata mahasiswa yang saat ini sedang menyelesaikan skripsi di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang ini.

Begitupun peserta lain, Singgih Adi Prasetyo. Ia merupakan Dosen Seni Rupa Universitas PGRI (UPGRIS) Semarang. Ia mengajak kolaborasi bersama para mahasiswanya, Pepi dan Nita yang tergabung di Komunitas Omah Sketsa UPGRIS Semarang.

Ia tak menyangka, begitu tim juri mengumumkan, ternyata karya kolaborasi tersebut terpilih sebagai Juara 1. “Tadi becaknya ada beberapa panel. Rencananya setiap panel dibikin beda karakter motif batiknya. Tapi lebih dominan motif batik Semarangan dengan memuat unsur pohon asem,” katanya.

Ia bersama timnya memilih konsep perpaduan motif batik Jawa Tengah untuk dituangkan di becak tersebut. “Di kanan kiri becak memuat berbagai motif batik daerah sekitar seperti batik Pekalongan, Jogja, dan lain-lain. Samping kanan kiri masing-masing empat motif. Tengahnya satu. Totalnya ada sembilan motif batik di satu becak,” beber dosen seni rupa UPGRIS itu.

Ia mengaku menuangkan ide secara spontan. Begitu melihat becaknya masih polos. Ia bersama tim harus mencari ide untuk kemudian dikolaborasikan. “Becaknya masih mentah berbahan dasar kayu. Sehingga per blok bisa dibikin beda warna. Kalau lainnya kan sudah ada warnanya tinggal finishing memberi ornamen batik. Kami spontan aja. Tidak menggunakan sket,” katanya.

Ia mengaku iseng mengikuti lomba ini. “Sebagai hiburan aja, saya mengajak mahasiswa agar ada aktivitas di luar untuk berkegiatan kesenian. Paling tidak biar mereka tahu kegiatan di luar seperti apa. Ini tadi malah seperti ajang reuni. Soalnya tadi malah ketemu kakak kelas, adik kelas, kebetulan juga ikut lomba mbatik becak ini,” katanya.

Kegiatan ini bermanfaat. Terutama mahasiswa bisa mengikutinya sebagai pembelajaran. “Agar nongkrongnya tidak di kampus saja. Kami sebetulnya enggak nyari menangnya, ya kebetulan saja kalau ternyata menang juara 1 itu bonus aja,” ujarnya.

Ia mengaku berusaha memaksimalkan waktu yang disediakan panitia. “Sebetulnya kalau mau lebih detail masih kurang waktunya,” katanya.

Peserta lain, Mesi Anggita Ayu, pun demikian. Ia mengaku menuangkan ide secara spontan. “Pertama sharing teman, punya ide apa saja langsung dituangkan secara langsung. Sempat saring pendapat dari teman-teman. Kemudian diberikan variasi untuk memerindah. Batik Semarang kan banyak coraknya, ada mega mendung, warak, gereja blenduk, lawang sewu dan lain-lain,” katanya.

Tim lain, Rahajeng Prastiwi Widari, mahasiswi semester 4 UPGRIS, menyabet juara 2. Ia melukis bersama Bayu dan Rofian. “Tadi sempat kesulitan menggunakan temanya Batik Semarangan. Akhirnya kami kombinasikan menjadi Batik Nusantara. Kami menampilkan banyak ragam batik nusantara. Tetapi kami lebih menonjolkan Batik Semarangan,” katanya.

Ia mengaku sangat terkesan. “Senang sekali bisa ikut lomba Mbatik Becak di Kota Lama. Bisa kenal sama seniman lain, untuk saling tukar pengalaman. Banyak teman baru dan bisa meramaikan Kota Lama sebagai peninggalan yang harus dilestarikan,” katanya.

Sementara Suwito, dari Komunitas Semarang SketWalk, mengatakan banyak event melukis bersama di Kota Semarang. Tetapi khusus untuk lomba Mbatik Becak ini baru pertama di Kota Semarang.

“Harapannya ada terus kegiatan seperti ini. Kalau bisa ke depan ada lomba Mural,” katanya.

Kali ini ia menampilkan karya batik semarang dikombinasikan dengan seni mural. Karyanya menuangkan konsep karikatur tanpa kepala di sisi samping becak. Jadi, kalau becak itu diduduki oleh penumpang, akan terlihat kepala penumpang dengan badan kartun. Sehingga apabila difoto dari samping akan memiliki sensasi seni yang unik.

“Kelebihannya ada muralnya. Memang kalahnya kurang di motif batiknya. Kalau soal waktu, sebenernya sudah pas apabila konsepnya sudah siap. Hanya saja, bahan cat yang disediakan panitia masih kurang banyak. Kalau bisa bahan catnya diperbanyak. Tadi saya bawa cat sendiri untuk melengkapi,” katanya.

Lomba ini merupakan bentuk corporate social responsibility (CSR) Direktur jatengtoday.com sekaligus pemilik Gedung Monod Diephuis, Agus S Winarto dan diselenggarakan bekerjasama dengan jatengtoday.com. (abdul mughis)

editor : ricky fitriyanto