in

Klarifikasi Kuasa Hukum Rektor Unnes Terkait Berita Gugatan Sucipto

SEMARANG (jatengtoday.com) – Kuasa hukum Rektor Unnes Pof. Dr. Fathur Rokhman, Muhtar Hadi Wibowo menyampaikan hak jawab terkait berita berjudul “Aksi Mahasiswa: Kartu Merah untuk Rektor Unnes!” yang diterbitkan jatengtoday.com, Kamis (25/6/2020). Terutama berkaitan dengan gugatan Dosen Unnes, Dr. Sucipto Hadi Purnomo yang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.

Muhtar Hadi Wibowo membenarkan, pada Rabu (24/6/2020), ada agenda persidangan menjawab gugatan penggugat. Namun karena sesuai ketentuan PTUN diizinkan untuk permohonan mengajukan penundaan, maka pengajuan penundaan persidangan di ajukan pada 1 Juli 2020 untuk melakukan finalisasi serta penguatan literasi jawaban gugatan.

“Alhamdulillah bersyukur majelis hakim yang terhormat mengabulkan permohonan tersebut. Saya sudah menyiapkan jawaban gugatan Sucipto tersebut,“ kata Muhtar menyampaikan hak jawab yang dikirim ke jatengtoday.com, Kamis (25/6/2020).

Muhtar berpendapat penggugat tidak usah terlalu sensitif. “Saya mendengar, (pihak penggugat) minta Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar Pak Rektor mencabut SK tersebut, serta minta Presiden memberikan perhatian padanya. Ini lebih aneh lagi Sucipto sudah memilih jalan mengajukan gugatan di PTUN ya tidak usah baperan. Hadapi semua tahapan-tahan proses sampai ada keputusan final, tidak usah coba keluar dari ring proses hukum di pengadilan, kita siap menghadapi,” ungkapnya.

Untuk menjawab gugatan penggugat, Muhtar menyampaikan poin-poin jawaban atas gugatan tersebut. Yaitu gugatan penggugat prematur, banyak pengaburan atau penyesatan fakta yang sesunguhnya. “Tidak boleh lah melakukan  pengaburan fakta, playing victim, atau bersikap sebagai seseorang yang seolah-olah berlagak sebagai seorang korban untuk berbagai alasan karena SK yang dimaksud belum bisa dikatakan sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara,” terangnya.

Sebagaimana dirumuskan pada UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang PTUN, Penerbitan keputusan Rektor Unnes tersebut  telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Keputusan Rektor Nomor: B/167/UN37/HK/2020 tentang pembebasan sementara dari tugas jabatan dosen atas nama Sucipto Hadi Purnomo.

SK tersebut bukan putusan final karena bersifat sementara dalam rangka memperlancar jalannya pemeriksaan karena diduga yang bersangkutan melakukan pelanggaran tingkat berat yaitu salah satunya membuat posting di media sosial yang dapat menyinggung orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo,  yang berbunyi,” “Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada lebaran kali ini,apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes”.

Muhtar berpendapat bahwa Rektor Unnes dalam hal ini berhak dan wajib melakukan proses terhadap instruksi Kemendikbud untuk memeriksa Sucipto, dosen yang diduga berulah tersebut.

Menurut Muhtar, Sucipto dengan terbitnya SK tersebut tidak ada yang dirugikan, dikarenakan gaji dan tunjangan yang melekat tetap dibayarkan. “Tapi ini malahan aneh-aneh, harusnya dia sebagai dosen banyak melakukan ivonasi-inovasi yang positif  untuk institusi yang memberikan gaji padanya, bukan malah mengajukan gugatan ke PTUN,” ujarnya.

“Tapi karena yang bersangkutan memulai menggugat, maka kami siap menghadapi dan menjawab dan untuk menyiapkan jawaban gugatan. Kami akan kirimkan online via E-Cort sistem pada tanggal, 1 Juli 2020,” tegasnya.

Muhtar juga berharap dan berdoa semoga Majelis Hakim yang menangani perkara ini memutuskan menolak gugatan dan gugatan Penggugat Niet Onvantkelijke Verklaard (NO).

Sementara itu, Tim Kuasa Hukum dari Sucipto Hadi Purnomo, disampaikan oleh Herdin Pardjoangan, menyikapinya dalam beberapa poin berikut ini:

  1. Terkait dengan adanya penundaan sidang Gugatan tata usaha negara antara Dr. Sucipto Hadi Purnomo, S.Pd,. M.Pd., melawan Rektor Unnes pada tanggal 24 Juni 2020. Kami ingin menyatakan bahwa, faktanya persidangan tersebut ditunda karena pihak Tergugat belum mengupload dokumen jawaban gugatan pada sistem E-Court sampai dengan jam 13.00 WIB, tanggal 24 Juni 2020. Hal tersebut, berdasarkan catatan persidangan pada sistem E-Court Perkara pada Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Selanjutnya terkait dengan pernyataan Kuasa Hukum dari Tergugat yang menyatakan penundaan tersebut, dilakukan oleh Majelis Hakim karena Permohonan dari Pihak Tergugat untuk ditunda pada tanggal 1 Juli 2020. Kami menyatakan hal tersebut, alangkah baiknya diklarifikasi langsung oleh kawan-kawan Jurnalis/Media ke Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang karena di dalam catatan persidangan sistem E-Court, kami tidak menemukan catatan atau pernyataan majelis hakim yang menyatakan penundaan karena pihak Tergugat meminta untuk ditunda hingga tanggal 1 Juli 2020. Keterangan dalam sistem tersebut, pada pokoknya hanya menyebutkan bahwa, sampai dengan waktu yang ditentukan Tergugat belum mengunggah surat jawaban, oleh karena itu diberikan kesempatan mengunggah jawaban sampai dengan tanggal 1 Juli 2020, Pukul 13.00 WIB. Jadi pernyataan kuasa hukum yang sangat serius tersebut, harus kawan-kawan Jurnalis Media klarifikasi pada Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, untuk membuktikan kebenarannya.
  2. Terkait pernyataan agar Penggugat tidak usah terlalu sensitif, dengan meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencabut SK dan meminta perhatian dari presiden terkait kasus ini. Kami berpandangan bahwa, justru pernyatan tidak usah terlalu sensitif tersebut, mungkin lebih cocok untuk yang menyebutkan pernyataan tersebut. Hal ini karena meminta Menteri pendidikan dan Presiden untuk memberikan perhatian terhadap kasus ini, adalah hak dari Sucipto Hadi Purnomo selaku warga negara yang merasa dirugikan dengan adanya keputusan dari Pejabat Tata Usaha Negara (Rektor Unnes) yang ditujukan terhadap dirinya. Sebagai warga negara, sah-sah saja Penggugat meminta kepada pimpinan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Presiden untuk menyikapinya. Apalagi perkara ini, berawal dari Postingan yang menyebut nama Presiden. Jadi jangan menyatakan tidak usah, karena hal itu kelihatan lucu dan terlalu berlebihan menyikapinya, mengingat sebagai warga negara Sucipto Hadi Purnomo berhak meminta perhatian pimpinan Pemerintahan terkait kasus tersebut.
  3. Terkait dengan pokok perkara yang disebut prematur, kabur dan sebagainya. kami menyarankan hal tersebut, alangkah eloknya dituangkan saja dalam surat jawaban dan disampaikan serta dibuktikan didepan Pengadilan. Mengingat yang berwenang memutuskan hal tersebut, adalah Majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut, bukan kuasa hukum. Kuasa Hukum kewajibanya adalah membuktikan apa yang disampaikan dalam dokumen Persidangan di Pengadilan.
  4. Terakhir, kami ingin menyarankan agar Kuasa Hukum Tergugat fokus saja dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk menyusun surat jawaban, agar nanti bisa diupload pada persidangan selanjutnya. Jangan sampai kayak sidang sebelumnya, karena pihak Penggugat sudah sangat siap menghadapi jawaban dari Pihak Tergugat tersebut. (*)

 

editor: ricky fitriyanto