SEMARANG (jatengtoday.com) – Yuyung Abdi, seorang fotografer sekaligus akademisi berusaha menampilkan sisi lain kehidupan malam. Berangkat dari pengalaman dan pekerjaan sehari-hari, ia mengobservasi kehidupan para pekerja seks komersial (PSK) di berbagai tempat prostitusi yang ada di Indonesia.
Ia mengabadikannya dalam sebuah buku fotografi Prostitusi, Kisah 60 Daerah di Indonesia.
Yuyung menceritakan bagaimana kisahnya sehingga bisa menciptakan karya fenomenal tersebut. Ia mengaku, sebelumnya ingin mencari sesuatu yang berbeda. Baginya, ada tiga hal yang tidak banyak dilakukan orang, khususnya para fotografer.
“Saya cari-cari akhirnya ketemu. Pertama soal narkoba, lalu kriminal, kemudian prostitusi,” ujarnya dalam bedah buku pada acara Semarang Photo Festival 2019 di DP Mall Semarang, Senin (22/4/2019) malam.
Dari ketiga hal itu, Yuyung lantas mengambil tema prostitusi dengan alasan bahwa dua hal sebelumnya sudah tercakup dalam dunia prostitusi. “Di prostitusi itu kan udah ada narkobanya, udah ada kriminalnya. Jadi bisa menjangkau semuanya,” imbuhnya.
Dalam prosesnya, kata Yuyung, bukanlah hal mudah. Demi mendapatkan foto candid dalam dunia malam itu, ia mengaku harus berurusan dengan banyak hal. Bahkan, proses itu dijalaninya lebih dari 10 tahun.
Menurutnya, setiap hendak menjalankan misinya, ia tidak pernah mengaku sebagai wartawan. “Para pekerja seks itu tidak takut pada apapun, tapi ia sangat takut dengan wartawan. Mereka selalu menyembunyikan identitasnya. Maka kamera menjadi momok bagi mereka,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia memanfaatkan identitas mahasiswanya untuk mengelabuhi misinya. “Biasanya kalau atas nama mahasiswa, mereka malah senang. Tapi kalau ngaku wartawan, wah, langsung kabur lah, nggak mau pada di foto,” imbuhnya.
Selain itu, pewarta foto senior tersebut selalu menyiapkan perlengkapannya berupa dua kamera berbeda. Satu kamera utama jika memungkinkan untuk mengambil shot secara langsung, dan satunya adalah kamera tersembunyi yang digunakan tatkala tidak memungkinkan.
Biasanya, kamera jenis kedualah yang lebih sering digunakan. Yuyung memodifikasi sendiri wadah untuk kamera tersembunyinya itu.
Sehingga, katanya, ia seperti bekerja dalam dunia intelejen yang kerap melakukan penyamaran. Dia mesti menembus pasukan keamanan tempat-tempat hiburan dewasa dan menembakkan kameranya untuk membuat foto-foto bagus.
Yuyung sudah bekerja sebagai pewarta foto di Jawa Pos sejak 1995. Ia sudah memenangi banyak lomba foto dan berbicara di banyak seminar dan workshop fotografi. Beberapa buku yang juga sudah diterbitkan yakni, Lensa Manusia (2004), Sex For Sale: Potret Faktual Prostitusi 27 kota di Indonesia (2007) dan Surabaya Cantik (2010).
Selain itu, hasil foto-foto dari ekspedisinya itu juga telah dijadikan sebagai pemenuhan tugas akhir studi S2 dan S3-nya, hingga kini ia menyandang gelar doktor. (*)
editor : ricky fitriyanto