in

Kasus Hilangnya Kas Rp 21,7 M, Tradisi Bagi-bagi Fee ke Pejabat Pemkot Semarang Sudah Lama Terjadi

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sidang pemeriksaan R. Dody Kristyanto, terdakwa kasus raibnya dana kas daerah (Kasda) Pemkot Semarang senilai Rp 21,7 miliar, terus berlanjut. Hingga kini proses persidangan masih dalam tahap mencari keterangan dari saksi-saksi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Semarang Senin (15/4/2019) mendatangkan dua saksi. Satu dari pihak BNI, Jageng, Lusia D, dan Suhantoro selaku mantan Kepala UPTD Kasda DPKAD Semarang setelah Dody (kini terpidana dalam kasus yang sama).

Saksi Suhantoro saat ini statusnya terpidana dalam kasus yang sama. Dia bersama Dyah Ayu Kusumaningrum, mantan Personal Banking Manager BTPN Sinaya Cabang Pandanaran Semarang, selaku pelaku utama kasus ini.

Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang tersebut, saksi Suhantoro mengungkapkan, Dyah Ayu disebut telah melakukan tradisi bagi-bagi fee kepada pejabat Pemkot sejak lama. Termasuk sejak dirinya menjabat sebagai Kepala Kasda.

Diketahui, pejabat sebelumnya adalah terdakwa Dody.

Suhantoro menceritakan bahwa dirinya pernah diberi uang fee dari Dyah Ayu. Saat hendak menanyakan alasan pemberian itu, Dyah Ayu hanya menjawab bahwa hal ini sudah menjadi kebiasaan sejak lama, sebagai fee marketing atas usahanya.

“Saya diberi, katanya itu fee marketing. Dia (Dyah Ayu) memberikan secara pribadi kepada saya. Dia juga bilang kalau pejabat-pejabat sebelum saya juga diberi oleh dia,” ujarnya di hadapan Ketua Majelis Hakim Antonius Widjantono.

Namun saat dicecar pertanyaan oleh jaksa apakah dirinya tahu bahwa terdakwa Dody juga mendapatkan hal serupa, Suhantoro tak berani memastikan. Menurutnya, saat diberitahu oleh Dyah Ayu, ia hanya bersikap diam dan tidak mengklarifikasi kepada terdakwa Dody.

“Saya tahunya hanya begitu. Kalau masalah Pak Dody dapat atau tidak, saya tidak pernah menanyakan hal itu. Soalnya bukan urusan saya juga,” imbuhnya.

Meskipun begitu, sebenarnya Suhantoro sempat penasaran. Ia pun sempat bertanya kepada bank lainnya terkait fee marketing tersebut. Sebab selain BTPN, ada 6 bank lain yang bekerjasama dengan Pemkot.

“Pas tanya ke bank lain, mereka menjawab kalau tidak ada hal seperti itu. Jadi ya dari tujuh bank hanya BTPN yang ngasih saya itu,” jelas Suhantoro.

Dalam kesempatan itu, ia juga sempat mempertanyakan mengapa setiap Dyah Ayu mengambil setoran, selalu datang sendirian. Padahal, pihak bank yang lain datang lengkap beserta pengawalnya karena membawa uang dalam jumlah yang tak sedikit.

“Saya sempat menanyakan soal itu, tapi saya malah ditegur sama pimpinan. Katanya memang sudah seperti itu,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Dody didakwa telah menyetorkan uang kepada Dyah Ayu sejak 2008 hingga 2014. Padahal Dyah Ayu yang sebelumnya menjadi personal banker BTPN sudah tidak bekerja di BTPN. Sehingga menimbulkan kerugian Rp 21,7 miliar.

Karena itu, Dody didakwa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan primer. Perbuatan terdakwa juga diatur dalam Pasal 3 pada undang-undang yang sama. (*)

editor : ricky fitriyanto