SEMARANG (jatengtoday.com) – Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah mendorong seluruh Kantor Pertanahan (Kantah) untuk lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya pengurusan legalitas dan pemetaan tanah. Langkah ini diambil untuk mencegah potensi sengketa tanah dan mendukung terwujudnya kabupaten/kota lengkap yang tertata secara hukum dan spasial.
Kepala Kanwil ATR/BPN Jateng, Lampri, menyampaikan bahwa dari total 23.671.231 bidang tanah di Jawa Tengah, sebanyak 21.866.335 bidang atau sekitar 92 persen telah terdaftar, dan 19.670.621 bidang atau 83 persen sudah terpetakan. Namun, terdapat selisih antara bidang terdaftar dan terpetakan yang disebut KW456 — kategori sertifikat yang dianggap rawan konflik.
“KW456 ini perlu segera ditindaklanjuti. Kita mendorong pemilik untuk melakukan pendaftaran ulang agar data tanah mereka valid dan terhindar dari permasalahan hukum,” ujar Lampri saat ditemui di kantornya, Rabu (6/8/2025).
Saat ini, jumlah KW456 di Jawa Tengah tercatat sebanyak 2.195.714 bidang, mengalami penurunan signifikan dari sebelumnya 3.305.655 bidang. Target penyelesaian akhir tahun 2025 adalah menyisakan 1.200.000 bidang. Tiga daerah dengan KW456 terbanyak adalah Kabupaten Magelang (203.510 bidang), Wonogiri (149.961 bidang), dan Sragen (126.969 bidang).
Dalam rangka mempercepat penyelesaian KW456, Lampri menekankan pentingnya komitmen bersama dan pelaksanaan Grand Desain. “Roadmap ini akan menjadi acuan bagi setiap Kantah untuk mengetahui prioritas kerja yang harus diselesaikan secara bertahap dan berkelanjutan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Lampri mengungkapkan bahwa Kementerian ATR/BPN kini telah menghadirkan berbagai inovasi layanan digital untuk mempermudah pengurusan tanah oleh masyarakat. Hal ini juga mendukung pencapaian target Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang saat ini telah mencapai 72 persen dari target 200 ribu bidang tanah hingga akhir Agustus 2025.
“Beberapa Kantah sudah mencapai 100 persen, namun ada juga yang masih tertinggal. Hal ini bisa disebabkan kurangnya sosialisasi atau rendahnya antusiasme masyarakat. Oleh karena itu, sosialisasi harus terus dimasifkan, baik secara langsung, melalui media sosial, maupun pemberitaan di media massa,” pungkas Lampri.
Program ini diharapkan tidak hanya mempercepat legalisasi dan pemetaan tanah, namun juga mendukung tata kelola pertanahan yang lebih baik, transparan, dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat di seluruh Jawa Tengah. (*)
