SEMARANG (jatengtoday.com) – Menjelang Kongres Pemilihan Ketua Asprov PSSI Jawa Tengah, dinamika organisasi kembali memanas setelah beredar foto dan video yang memperlihatkan bakal calon ketua, Kairul Anwar, bersama mantan terpidana kasus pengaturan skor, Johar Lin Eng. Situasi ini ikut memicu permohonan peninjauan kembali terhadap pencalonan Kairul Anwar, yang kini resmi diajukan kepada Komite Pemilihan (KP) Asprov PSSI Jawa Tengah.
Komite Etik Asprov PSSI Jateng, Sutrisno mengatakan, permohonan bernomor 01/PPK/12/2025 tertanggal 2 Desember 2025 tersebut dikategorikan Sangat Penting. Isi permohonan menyoroti dugaan pelanggaran norma kepengurusan serta potensi konflik kepentingan karena Kairul Anwar masih aktif menjabat sebagai Ketua Pengprov PERTINA Jawa Tengah, sementara ia mencalonkan diri untuk memimpin PSSI Jateng periode 2026–2030.
“Dalam surat ini, meminta KP untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap status dan kelayakan yang bersangkutan (Kairul Anwar),” ujar Sutrisno, Minggu (7/12/2025).
Sutrisno menjelaskan, pelapor menguraikan sejumlah dasar hukum yang diyakini menjadi landasan kuat bahwa pencalonan Kairul Anwar berpotensi melanggar aturan kepengurusan organisasi olahraga. Ia juga mengonfirmasi telah menyerahkan surat resmi tersebut kepada KP yang diterima oleh Umy Ratun Selunawati pada Kamis (4/12/2025).
Menurutnya, langkah yang ditempuh merupakan bagian dari tugas etik untuk menjaga integritas organisasi jelang pemilihan. Isu yang berkembang bukan sekadar soal kedekatan Kairul Anwar dengan figur kontroversial, tetapi juga persoalan etika rangkap jabatan.
“Rekan saya melihat foto-foto itu. Pak Khairul itu kan masih menjabat Ketua Pengprov PERTINA Jawa Tengah, masih berdaulat di situ. Jadi kalau mencalonkan diri, ya etikanya harus dipertimbangkan. Saya ini komite etik, tugas saya menyikapi. Wong ceto kok, kelihatan,” tegasnya.
Sutrisno menambahkan, penilaiannya dilakukan berdasarkan perspektif perilaku dan etika, bukan untuk kepentingan kandidat tertentu. Surat etik tersebut, katanya, dilayangkan sebagai bentuk kepedulian terhadap tata kelola organisasi.
“Tujuan saya agar Asprov semakin baik dan tertib. Ini organisasi, tidak bisa seenaknya. Masyarakat harus bisa menikmati pengelolaan yang benar. Ini tidak ada motif apa pun. Saya hanya menyikapi perilaku. Masa ya merangkap jabatan? Contohnya sederhana, seorang pimpinan provinsi apakah akan menandatangani keduanya?” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya hanya memberikan klarifikasi etik dan menyerahkan sepenuhnya proses tindak lanjut kepada Komite Pemilihan.
“Surat sudah saya sampaikan ke Ketua KP. Monggo, itu nanti penilaian KP. Kalau kami yang menindaklanjuti bisa salah, karena nanti dianggap punya kepentingan. Padahal saya tidak berada di pihak siapa pun,” jelasnya.
Secara etis, menurut Sutrisno, seorang calon seharusnya memilih salah satu jabatan agar tidak menimbulkan dualisme tanggung jawab.
“Ya etisnya memilih salah satu. Atau selesaikan dulu jabatan itu, baru tahun depan mencalonkan diri. Semua manusia punya kendali, dan kendali itu ya etika,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa langkah ini murni inisiatif sebagai Komite Etik demi menjaga agar proses pemilihan berlangsung jernih dan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. (*)
