in

Ini 14 Pasal Bermasalah dalam RUU KUHP yang Mengancam Kemerdekaan Pers

Tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, bisa dipidanakan.

Ilustrasi "kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers. Karya kartun oleh Makhmudjon Eshonkulov, Uzbekistan. (dokumen tasi AJI Semarang)

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sedikitnya ada 14 pasal bermasalah dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP 2019 yang sedang dibahas Komisi III DPR RI dan pemerintah pada 25 Mei 2022 lalu. Pasal-pasal tersebut berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi karena bisa disalahgunakan untuk menyeret jurnalis ke dalam jeruji besi.

RUU KUHP tersebut masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022, yang rencananya akan diselesaikan pada Masa Sidang ke-V DPR RI Tahun 2022.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengidentifikasi, 14 pasal tersebut masing-masing:

  • Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden:

Pasal 218

(1)       Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2)       Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 220

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

  • Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum Bagian Penghinaan terhadap Pemerintah

Pasal 240

Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 241

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

  • Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara

Pasal 353

  1. Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
  3. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Pasal 354

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III

  • Tindak Pidana Penghinaan

Pasal 439

  1. Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
  2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
  • Penodaan agama

Pasal 304

Setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

  • Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika

Pasal 336

Setiap orang yang menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

  • Penyiaran Berita Bohong

Pasal 262

  1. Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
  2. Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 263

Setiap orang yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa kabar demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 512

Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan naik atau turunnya harga barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

  • Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan

Pasal 281

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, setiap orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung:

  1. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
  2. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan; atau
  3. tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan.
  • Pencemaran Orang Mati

Pasal 445

  1. Setiap orang yang melakukan pencemaran atau pencemaran tertulis terhadap orang yang sudah mati dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

  1. Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu

itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

  1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dituntut, jika tidak ada pengaduan suami atau istrinya, atau dari salah seorang

keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping sampai derajat kedua dari orang yang sudah mati tersebut.

  1. Dalam masyarakat matriarkat pengaduan dapat juga dilakukan oleh orang lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.

Pasal-pasal di atas mengatur tindakan-tindakan yang merupakan karakter dari pekerjaan jurnalis, yaitu “menginformasikan kepada khalayak luas”. Pasal ini akan dengan mudah dipakai oleh orang yang tidak suka kepada jurnalis untuk memprosesnya secara hukum, dengan dalih yang mungkin tidak kuat dan gampang dicari.

Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim menilai bahwa 14 pasal tersebut bermasalah dan mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Pasal-pasal tersebut mengakibatkan pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena dengan mudah dipidanakan.

“Antara lain mengatur soal tindakan-tindakan seperti: menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, bisa dipidanakan,” terangnya, dalam keterangan pers yang dikutip Senin (20/6/2022).

Dikatakannya, pembahasan RUU KUHP tersebut tidak transparan. Sebab, publik belum mendapatkan draf RUU KUHP terbaru meski DPR dan pemerintah telah melakukan pembahasan pada akhir Mei lalu.

“Maka dari itu, AJI Indonesia mendesak DPR dan pemerintah menghapus pasal-pasal bermasalah yang mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi dalam RUU KUHP,” tegasnya.

Pihaknya tidak menginginkan pasal-pasal penghinaan terhadap presiden terulang kembali pada masa mendatang. Sebagai contoh, pada 2003, Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka Supratman divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dalam kasus pencemaran nama baik Presiden Megawati Sukarnoputri.

“Kami mendesak DPR dan pemerintah untuk transparan dalam pembahasan RUU KUHP dengan cara segera membuka draf terbaru ke publik. Pelibatan publik merupakan kewajiban yang harus dilakukan DPR dan pemerintah dalam setiap pembuatan regulasi,” ungkap dia.

BACA JUGA: KKJ: Penerbitan Surat Telegram Kapolri Preseden Buruk Kebebasan Pers

Undang-undang ini, menurut dia, akan berdampak kepada semua warga negara, termasuk jurnalis. Oleh karena itu, sepatutnya DPR dan pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada publik untuk membaca dan mengkritisi pasal-pasal dalam RUU KUHP.

“Kami mendorong penguatan etika jurnalis dan penyelesaian sengketa pemberitaan menggunakan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers. Karena itu, pasal-pasal yang berkaitan dengan persoalan etika seperti Pasal 263 dalam RUU KUHP tentang kabar yang tidak pasti dan berlebih-lebihan perlu dihapus dari RUU KUHP,” ujarnya. (*)