SEMARANG (jatengtoday.com) – Pusat Kajian Halal Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mendorong para pelaku industri hotel dan restoran lebih agresif meningkatkan pengelolaan produk halal. Potensi besar produk halal perlu dilengkapi dengan kesiapan diri pelaku industri.
Ketua Pusat Kajian Halal Undip, Prof Widayat menjelaskan, hotel dan restoran merupakan pendukung utama industri pariwisata. Karena itu, dalam membangun pariwisata halal, harus dimulai dari poses pengolahan produk halal di restoran dan perhotelan.
Penyediaan produk halal ini untuk menjamin pemenuhan kebutuhan konsumen dalam menjalankan keyakinannya. Jadi konsumen tidak perlu was-was saat mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan,” ucapnya dalam Seminar Daring Berseri ‘Menuju Pengelolaan Restoran dan Rumah Makan yang Sehat, Higienis dan Halal’, Kamis, (6/8/2020).
Dijelaskan, pemerintah tengah gencar mengembangkan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal yang diharapkan dapat menopang perekonomian Indonesia, mengingat potensi pasar pada segmen ini sangat besar. Itu terlihat dari Rencana Strategis Pengembangan Pariwisata Halal 2019-2024 yang disusun Kemenperaf, yang diyakini bahwa kekuatan pariwisata halal Indonesia terletak pada kesiapan destinasi untuk menjadi tujuan kunjungan wisatawan global.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jateng, Heru Isnawan menuturkan, pihaknya telah memberikan sosialisasi kepada anggotanya sejak 5-6 tahun silam tentang potensi pariwisata halal.
Bahkan beberapa pelaku usaha restoran dari kalangan nonmuslim antusias menanyakan bagaimana mekanismenya untuk mendapatkan sertifikasi halal.
“Ini perlu dipahamkan sebagai extended service. Saya sering menyampaikan ke teman-teman pengusaha, produk halal ini ada segmennya. Kenapa orang-orang Timur Tengah itu tidak terlalu mau ke Indonesia, karena mereka menilai pelaku pariwisata di Indonesia tidak terlalu peduli dengan kebutuhan mereka,” katanya.
“Padahal kalau kita mau melihat, yang dari Middle East ini yang paling banyak belanja konsumsinya, dibanding dari negara lain,” bebernya.
Penamaan label halal saat ini, lanjutnya, sudah berevolusi. Mulai dari produk syari hingga moslem friendly. Langkah ini untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat serta menghindarkan dari kesan eksklusif. Pasalnya di beberapa daerah implementasi produk halal ini masih belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat karena dianggap sebagai sekat antarmasyarakat. (*)
editor: ricky fitriyanto