in

Hakim PTUN Semarang Tolak Gugatan Prof Suteki ke Rektor Undip

SEMARANG (jatengtoday.com) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang akhirnya menolak gugatan yang diajukan Prof Suteki melawan Rektor Undip Prof Yos Johan Utama.

Keputusan itu dibacakan Hakim Ketua Syofyan Iskandar dalam sidang putusan yang berlangsung selama hampir 4 jam di ruang sidang PTUN, Rabu (11/12/2019).

“Memutuskan untuk menolak seluruh materi gugatan yang diajukan penggugat,” tegasnya.

Hakim menilai, tidak ada pelanggaran yang timbul dari keputusan tergugat untuk memberhentikan pengugat dari jabatannya selaku Kaprodi Magister Ilmu Hukum, Kepala Senat Fakultas Hukum, dan anggota Komisi Senat Universitas.

Menurutnya, Rektor Undip tidak bisa disebut melakukan pelanggaran atas keputusan yang belakangan menjadi objek sengketa. “Sebab, tergugat berhak menerbitkan objek sengketa,” imbuhnya.

Menanggapi putusan itu, Prof Suteki mengatakan akan mengajukan banding. Langkah ini ditempuh sebagai bentuk kepercayaannya terhadap penegakan hukum di Indonesia. “Tentu akan banding, sebagai hak saya,” katanya usai sidang.

Menurutnya, Rektor Undip tidak konsisten dalam menjatuhkan sanksi terhadapnya. Antara tuduhan, kewenangan, dan sanksi yang dikeluarkan tak sejalan.

Lebih-lebih ia kecewa dengan putusan majelis hakim yang tidak mengindahkan cacat prosedur dalam keputusan Rektor Undip. “Harusnya hakim bisa melihat inkonsistensi dalam perkaraan ini,” tegas Prof Suteki.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum tergugat, Muhtar Hadi Wibowo mengaku puas atas keputusan hakim. Dengan ditolaknya gugatan Prof Suteki di PTUN ini, maka keputusan kliennya memberhentikan Prof Suteki merupakan hal yang benar.

“Ini merupakan kemenangan Undip, kemenangan keluarga besar Undip yang cinta NKRI, cinta Pancasila dan anti khilafah,” terang Mochtar.

Pencopotan Suteki sendiri diduga dilakukan karena perannya menjadi saksi ahli dalam persidangan gugatan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Oktober 2017 lalu. (*)

 

editor : ricky fitriyanto