in

Hak Pesepeda dan Pejalan Kaki Seringkali Direbut Parkir Liar

SEMARANG (jatengtoday.com) – Gagasan jalur sepeda atau jalur lambat untuk perkotaan sudah lama digaungkan di Indonesia. Beberapa kota telah menerapkannya. Namun jumlah kota yang mampu menerapkan jalur khusus sepeda ini bisa dihitung dengan jari.

Bahkan jalur lambat itu justru banyak yang sudah dihilangkan untuk pelebaran jalan demi kelancaran arus kendaraan bermotor. Kota Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah pun belum bisa menghidupkan budaya transportasi sepeda yang aman dan nyaman. Bahkan hak pejalan kaki dan pesepeda seringkali direbut oleh parkir liar.

Salah satu kota yang terbilang cukup baik dalam mengelola jalur sepeda adalah Kota Surakarta. Bahkan Kota Surakarta memiliki jalur sepeda terpanjang di Indonesia. Selain itu juga dilengkapi rambu terhubung operasional lampu pengatur lalu lintas (traffic light) khusus pesepeda yang dikendalikan dengan sistem transportasi cerdas atau inteligentia transport system (ITS).

Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, keberadaan jalur sepeda telah diperkuat adanya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Pasal 25g, setiap jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat.

Pasal 45b, fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi lajur sepeda. Pasal 62, Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda. Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
“Sekarang diperlukan jalur sepeda yang menjamin pesepeda selamat, aman dan ramah lingkungan untuk mengayuh sepedanya,” kata Djoko, Selasa (24/9/2019).

Dikatakannya, di beberapa kota sudah terbangun jalur sepeda, seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Palembang, Bogor, Malang, Semarang, dan Balikpapan. Namun menurutnya belum bisa membangkitkan pesepeda lebih banyak untuk aktivitas kesehariannya. “Jalur sepeda tersebut tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya, karena kerap digunakan oleh laju kendaraan bermotor dan sebagai tempat parkir,” katanya.

Faktor keselamatan dan polusi udara menjadi faktor penghambat sepeda menjadi moda mobilitas keseharian. “Kasus tabrak lari yang dialami pesepeda kerap terjadi. Sandy Syafiek, karyawan televisi swasta di Jakarta yang tewas saat tertabrak mobil di Jalan Gatot Subroto, Februari 2018, menjadi contoh,” katanya.

Ada tiga macam jaur sepeda yang dapat dibangun. Pertama bike path, yaitu memberikan jalur sepeda dan pejalan kaki dalam satu jalur sama tinggi dengan meminimkan persilangan keduanya. Contohnya, sudah terbangun di sekeliling Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Kedua, bike line, yaitu menyediakan jalur khusus bagi sepeda di jalan umum, sebaiknya dilengkapi pembatas fisik. “Jalur sepeda di kota-kota di Tiongkok diberikan pembatas fisik demi keselamatan,” ujarnya.

Ketiga, bike route, menyediakan penggunaan sepeda bersama dengan lalu lintas pejalan kaki atau kendaraan bermotor, biasanya di ruas jalan dengan volume lalu lintas lebih rendah. Dia melihat bahwa sepeda merupakan sarana transportasi yang belum menjadi penunjang aktivitas keseharian. Pasalnya, faktor keamanan, polusi udara, serta minimnya fasilitas pendukung menjadi kendala utama perwujudan sepeda sebagai sarana transportasi. “Di Indonesia, kini sepeda hanya sebagai sarana olah raga. Bersepeda hanya sekedar untuk mencari keringat sambil berekreasi di akhir pekan atau hari libur. Warga lebih memilih bersepeda pada akhir pekan di lokasi car free day atau di suatu kawasan yang memiliki jaringan jalur sepeda yang cukup panjang,” ungkapnya.

Di Kuala Lumpur, pada 2018 telah membangun jalur sepeda dengan cat warna biru di jalan-jalan tengah kotanya. Jalur sepeda di banyak kota di Eropa terbangun dalam satu lajur dengan kendaraan bermotor hanya dipisahkan cukup dengan marka pembatas. “Pendidikan dan pengetahuan masyarakatnya sudah peduli dengan sekali keselamatan, sehingga tidak menimbulkan masalah kecelakaan yang berarti,” katanya.

Dia yakin, jika fasilitas jalur sepeda dibangun dengan memperhatikan faktor keselamatan, keamanan dan ramah lingkungan, niscaya akan semakin banyak warga yang mau menggunakan sepeda untuk mobilitas kesehariannya. “Jaringan jalur sepeda yang dibangun harus terintegrasi dan berkelanjutan. Tidak hanya di jaringan jalan tengah kota, akan tetapi dimulai dari kawasan perumahan dan pemukiman warga,” terangnya. (*)

editor : ricky fitriyanto