SEMARANG – PT PRPP yang mengelola Grand Maerakaca Semarang, dinilai terlalu fokus menggarap taman wisata. Hanya wilayah tracking mangrove dan kolam ‘Laut Jawa’ saja yang dikembangkan. Sementara anjungan kabupaten/kota yang sebenarnya juga menjadi tanggung jawab PT PRPP, justru dibiarkan mangkarak tak terurus. Fungsi Grand Maerakaca yang menjadi miniatur Jateng pun jadi tidak maksimal.
Suasana kompleks anjungan terkesan kumuh. Rumput liar dibiarkan meninggi. Sejumlah selokan pun mampet. Airnya tampak hitam dan bau. Hal itu diperparah dengan kondisi beberapa bangunan anjungan yang tidak sedap dipandang.
Di anjungan Kabupaten Semarang, misalnya. Lantai proselin cukup kotor. Kemudian, di anjungan Kota Salatiga, papan namanya lepas, lampu taman lepas. Di anjungan Kabupaten Boyolali, suasananya tampak sepi. Di dalam bangunan rumah khas Boyolali itu kosong. Situasi di anjungan Kota Tegal juga tidak jauh berbeda, tampak senyap.
Kolam di depan anjungan Kota Tegal juga mangkrak hingga ditumbuhi lumut. Terlihat kumuh. Di anjungan Kota Magelang, papan namanya sudah rompal. Catnya juga sudah memudar.
Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng, Asfirla Harisanto menilai, PT PRPP kurang serius dalam merawat anjungan. Politisi PDI perjuangan yang akrab disapa Bogi ini mencontohkan anjungan Kabupaten Temanggung yang terbakar pada tahun 2014 yang lalu sampai sekarang dibiarkan teronggok tanpa perbaikan baik oleh Pemkab Temanggung maupun oleh pengelola Maerokoco.
Selain itu, kondisi Lingkungan Puri Maerokoco yang saat ini berganti nama menjadi Grand Maerokoco terlihat kumuh. Bogi mempertanyakan kinerja bagian kebersihan lingkungan yang bertanggungjawab atas kondisi tersebut. “Ini kan miniaturnya Jateng. Seharusnya bisa dirawat dengan baik. Kondisi sekarang sudah cukup parah,” ucapnya, Jumat (8/12/2017).
Dibeberkan, saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Maerokoco, beberapa waktu lalu, dia melihat secara langsung kondisi lingkungan yang kumuh membuat pengunjung tidak nyaman. Padahal saat ini pengunjung arena wisata keluarga ini cukup banyak terlebih pada hari Sabtu dan Minggu.
Bogi menambahkan, selain kondisi lingkungan yang tidak terawat, fungsi Maerokoco sebagai miniatur Jawa Tengah tidak terlihat sama sekali. Harusnya pengelola secara rutin mengadakan pentas Kesenian, Kebudayaan atau kegiatan lainnya bekerjasama dengan pemkab/pemkot se Jawa Tengah. “Seharusnya bisa seperti Taman Mini di Jakarta yang rutin ada kegiatan dari provinsi provinsi di Indonesia,” harapnya.
Senada denga Anggota Komisi C DPRD Jateng, Muhammad Rodhi. Dia mendorong kepada pemerintah untuk merawat anjungan dan miniatur rumah adat dari 35 kabupaten/kota di Jateng tersebut. “Sayang kalau dibiarkan mangkrak. Apalagi kalau ada pengunjung yang pengin menginap di sini, pengin menikmati pemandangan malam jadi kecewa,” tegasnya. (ajie mh)
Editor: Ismu Puruhito