SEMARANG (jatengtoday.com) – Terpidana kasus korupsi dana Kas Daerah (Kasda) Kota Semarang senilai Rp 21,7 miliar, Dyah Ayu Kusumaningrum, kembali menegaskan dirinya telah memberikan fee kepada tiga Wali Kota Semarang selama kurun waktu 2008 hingga 2014.
Hal tersebut diungkap Dyah Ayu saat menjadi saksi dalam sidang kasus pembobolan dana Kasda Kota Semarang dengan terdakwa R Dody Kristianto selaku mantan Kepala UPTD Kasda. Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (6/5/2019) malam.
Dyah Ayu selaku Mantan Personal Banker Manager BTPN Semarang tersebut secara berulang menyebut nama Wali Kota Sukawi Sutarip, Soemarmo Hadi Saputro, dan Hendrar Prihadi sebagai penerima fee atas dana yang bersumber dari APBD Kota Semarang itu.
“Saya pernah berikan uang pada Pak Sukawi, Pak Soemarmo melalui Febri (Gumilang Febriansyah, anak Soemarmo). Sama Pak Hendi (Hendrar Prihadi) di rumah,” tegasnya.
Namun, Dyah tidak menjelaskan berapa besaran fee atas penyimpanan dana Kasda yang diterima para orang nomor satu di Kota Semarang itu. Dirinya hanya menjelaskan bahwa kerja sama penyimpanan dana kasda di BTPN dimulai pada awal 2008 silam.
Sementara itu, Mantan Wali Kota Soemarmo yang juga dihadirkan sebagai saksi, tidak mengakui pernyataan Dyah Ayu.
Secara rinci Dyah memaparkan bahwa kerjasama antara BTPN dengan Kasda Semarang menyepakati beberapa hal. Salah satunya mengenai fee sebesar 2 persen atas simpanan dana Kasda sebesar Rp 45 miliar yang akan disimpan di BTPN.
Kata Dyah, kesepakatan itu tidak berlangsung lama. Pada Desember 2008 (Dyah lupa tanggal pastinya), Kasda Semarang sudah tidak lagi penyimpanan dana di BTPN.
Tetapi, pasca itu Dyah Ayu tetap menuruti permintaan terdakwa Dody untuk terus menerima setoran dana Kasda. Meski mengetahui ada hal yang janggal, Dyah tetap menurutinya karena takut kalau Pemkot Semarang akan menarik dananya yang tersimpan di BTPN.
“Saya takut kalau dana ditarik akan memengaruhi performa. Kalau performa turun akan kena SP,” katanya.
Diah Ayu mengaku menerima total setoran kasda dari Pemkot Semarang sebesar Rp 37 miliar, di mana Rp 12,2 miliar tercatat dalam pembukuan BTPN, sementara Rp 25,2 miliar tidak pernah masuk ke rekening BTPN.
Bahkan, meskipun Dyah Ayu pada tahun 2010 sudah tidak lagi bekerja di BTPN Semarang, transaksi itu tetap dilakukan. Menurut keterangannya, per tahun 2010, dirinya pindah di BTPN Jakarta.
“Saya diminta untuk tetap menangani ini. Padahal posisi saya di Jakarta. Pak Dody yang meminta saya untuk menghandle. Alasannya karena dari awal saya yang ngurusi,” jelas Dyah Ayu.
Dirinya juga menegaskan, waktu itu terdakwa Dody jelas tahu bahwa dirinya sudah tidak di BTPN Semarang lagi. “Dulu saya yang bilang langsung. Tapi kemudian saya ditelepon. Saat itu saya di kantor BTPN Jakarta. Pak Dody bilang, ada setoran, tolong diambil,” bebernya.
Untuk diketahui, terdakwa Dody didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyetorkan uang kepada Dyah Ayu sejak 2008 hingga 2014. Sehingga menimbulkan kerugian Rp 26,7 miliar. Namun, terdapat pengembalian sebesar Rp 4,9 miliar sehingga tersisa kerugian negara sebesar Rp 21,7 miliar.
Karena itu, Dody didakwa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan primer. Perbuatan terdakwa juga diatur dalam Pasal 3 pada undang-undang yang sama.
Sementara Dyah Ayu sendiri sudah menjalani hukuman selama 2 tahun. Majelis hakim menjatuhkan pidana kepadanya selama 9 tahun penjara. Sementara itu, terpidana lainnya, Suhantoro, dihukum 2 tahun 6 bulan oleh majelis hakim. Suhantoro adalah pengganti Dody Kristyanto sebagai Kepala UPTD Kasda pada Bapenda Semarang. (*)
editor : ricky fitriyanto