SEMARANG (jatengtoday.com) – Mantan Wali Kota Semarang, Soemarmo Hadi Saputro, kembali membantah bahwa dirinya telah menerima uang dari Dyah Ayu Kusumaningrum. Dyah Ayu selaku mantan Personal Banker Manager BTPN Semarang, berulang kali mengatakan bahwa dirinya pernah memberi uang kepada 3 Wali Kota Semarang.
Hal itu dipaparkan Soemarmo dan Dyah Ayu saat menjadi saksi dalam sidang kasus raibnya dana Kas Daerah (Kasda) Pemkot Semarang senilai Rp 21,7 miliar, dengan terdakwa R Dody Kristyanto selaku mantan Kepala UPTD Kasda. Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (6/5/2019) malam.
Saksi Dyah Ayu didatangkan untuk memberikan keterangan terkait transaksi gelapnya dengan terdakwa Dody. Menurutnya, ia pernah memberikan pembagian uang insentif atau fee marketing kepada Soemarmo melalui Ardhana Arifianto, mantan suami Diah Ayu, terkait penempatan dana Kasda tersebut di BTPN.
“Fee itu saya berikan ke Ardhana kemudian dititipkan ke Febri (Gumilang Febriansyah, anak Soemarmo) untuk diberikan ke Pak Soemarmo,” jelas Dyah Ayu.
Namun saat dicecar pertanyaan oleh jaksa, Soemarmo tidak mengakuinya. Meskipun dirinya mengaku kenal secara pribadi denngan Dyah Ayu, tapi, kata Soemarmo, komunikasi yang dilakukan tidak pernah membicaraan soal fee. Bahkan ia mengklaim tidak mengetahui bahwa ada bunga Kasda di BTPN.
Keterangan serupa juga pernah diungkapkan Soemarmo saat menjadi saksi dengan terdakwa Dyah Ayu (sekarang sudah memiliki kekuatan hukum tetap).
Kemudian, Soemarmo didatangkan kembali sebagai saksi untuk kedua kalinya. Dalam sidang terdakwa Dody ini, Soemarmo diminta menjelaskan terkait mekanisme kerja UPTD Kasda yang berada di bawah Badan Pendapatan Daerah (dulu Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah).
Berkaitan dengan pengelolaan dana kasda yang disimpan di sejumlah bank, termasuk di BTPN, Soemarmo mengaku
tidak pernah memberikan arahan secara spesifik ke UPTD Kasda lantaran jenjang jabatan yang terlampau jauh. “Wali Kota ke Kepala UPTD Kasda kan jaraknya jauh. Yang kompeten adalah Kepala DPKAD,” imbuhnya.
Dirinya juga mengaku tak pernah menerbitkan produk hukum tentang kerjasama Kasda dengan BTPN. “Sekali lagi, intinya kami hanya melanjutkan kebijakan dari wali kota sebelumnya (Sukawi Sutarip),” tegasnya.
Untuk diketahui, terdakwa Dody didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyetorkan uang kepada Dyah Ayu sejak 2008 hingga 2014. Padahal Dyah Ayu yang sebelumnya menjadi personal banker BTPN sudah tidak bekerja di BTPN. Sehingga menimbulkan kerugian Rp 26,7 miliar. Namun, terdapat pengembalian sebesar Rp 4,9 miliar sehingga tersisa kerugian negara sebesar Rp 21,7 miliar.
Karena itu, Dody didakwa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan primer. Perbuatan terdakwa juga diatur dalam Pasal 3 pada undang-undang yang sama.
Sementara Dyah Ayu sendiri sudah menjalani hukuman selama 2 tahun. Majelis hakim menjatuhkan pidana kepadanya selama 9 tahun penjara. Sementara itu, terpidana lainnya, Suhantoro, dihukum 2 tahun 6 bulan oleh majelis hakim. Suhantoro adalah pengganti Dody Kristyanto sebagai Kepala UPTD Kasda pada Bapenda Semarang. (*)
editor : ricky fitriyanto</em>