SEMARANG – ( jatengtoday.com) – Jika dilihat dari potensi bencana, idealnya Provinsi Jateng memiliki 144 unit alat pendeteksi dini bencana atau early warning system (EWS). Tapi saat ini hanya punya 69 unit saja. Itu pun kebanyakan dipasang di wilayah Jateng bagian selatan.
EWS terpasang di Purworejo sebanyak 12 unit, di Kabupaten Cilacap sebanyak 47 unit dan sisanya ada di Kebumen sebanyak 10 unit.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Jateng, Sarwa Pramana mengakui, jumlah EWS di Jateng sangat kurang. “Idealnya Jawa Tengah mempunyai 144 alat pendeteksi tsunami. Itu kan alatnya dalam bentuk sirine yang dipasang mengapung di titik lokasi yang dianggap rawan tsunami. Tapi sementara ini, Kementerian ESDM baru bisa memasang 69 alat saja di sana,” jelasnya, Selasa (15/1/2019).
Dijelaskan, seharusnya peralatan pendeteksi tsunami tersebut, bisa terpasang di sepanjang 289,07 kilometer sepanjang garis pantai selatan.
“Daya jangkau satu alat sejauh dua kilometer saja. Makanya yang terpasang sekarang masih sangat minim. Cuma ada 49 persen dari kebutuhan yang diperlukan,” terangnya.
Kurangnya alat pendeteksi tsunami itu membuktikan pemerintah belum bisa memprioritaskan kegiatan penanggulangan bencana hingga saat ini. Padahal, bencana tsunami merupakan ancaman terbesar bagi masyarakat pesisir Indonesia.
“Sekarang bumi semakin tua. Pertandanya dari mulai Gunung Agung meletus lalu memunculkan gempa di NTB, Palu, Pantai Anyer sampai gempa beruntun di Tasikmalaya. Bahkan, kami bersama BMKG telah memperkirakan ada 11 kecamatan di Cilacap yang berpotensi terkena ancaman tsunami,” ujarnya. .
Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengirimkan surat permintaan kepada pemerintah pusat, untuk mengusulkan penambahan alat pendeteksi tsunami “Sering ada gempa bumi di Pulau Jawa, gelombang tsunami masih berpotensi terjadi di kawasan pesisir,” tandasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto