SEMARANG (jatengtoday.com) – Kasus dugaan pembobolan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Kota Semarang terus diusut. Ternyata, modus yang digunakan adalah pengajuan kredit KPR fiktif dengan memalsukan identitas.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Bos PT Cipta Guna Perkasa yang memiliki identitas ganda, yakni Donny lskandar Sugiyo Utomo alias Edward Setiadi (44), warga Kelurahan Miroto, Kota Semarang.
Saat agenda sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Semarang, Donny mengakui kesalahannya. “Sejak awal saya dipanggil sebagai saksi oleh jaksa, saya sudah mengaku salah karena telah menggunakan identitas palsu untuk pengajuan kredit,” ujarnya, Selasa (29/9/2020).
Namun, ia merasa kaget lantaran kasus ini ternyata dibawa ke ranah hukum dan dirinya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Saya nggak paham kenapa dijerat Tipikor. Padahal menurut saya kredit hanya soal kepercayaan, kredit diikat dengan hak tanggungan dan saya sudah melakukan itu,” ucap terdakwa.
Majelis hakim yang dipimpin Arkanu sempat mencecar dampak dari pemalsuan identitas. “Seharusnya kalau terdakwa tidak memalsukan KTP, tidak menandatangani berkas, kredit kan tidak bisa cair dan tidak menimbulkan masalah seperti ini,” paparnya.
Kredit Fiktif
Kredit KPR Bank Mandiri kepada Donny diberikan pada 2016 berupa fasilitas kredit sebesar Rp4,5 miliar dan Rp1,898 miliar. Kredit atas pembelian tiga ruko kavling milih Faizah Casni.
Kenyataanya kredit tersebut diberikan bertentangan dengan ketentuan (MPKSC/SOP) dari Bank Mandiri. Diantaranya, ada verifikasi penghasilan dan investasi. Petugas Bank Mandiri ternyata tidak melakukan OTS ke rumah calon debitur Donny.
Selanjutnya, KTP dan NPWP debitur dipalsukan. Sehingga tidak ada uang muka karena berkas uang muka dipalsukan oleh terdakwa yang bekerja sama dengan oknum bank. Ada juga penilaian jaminan kredit yang Iebih besar dari nilai aslinya.
Atas pemberian kredit itu, uang digunakan untuk kepentingan lain. Di antaranya membayar utang dan membangun hotel di kavling tersebut.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 13 Mei 2020 menyatakan kerugian negara dari kasus itu mencapai Rp5,7 miliar. (*)
editor: ricky fitriyantoÂ