SEMARANG (jatengtoday.com) – Ratusan pedagang Barito yang direlokasi ke kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) akibat normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT) kondisinya memprihatinkan. Perputaran ekonomi di area relokasi tersebut masih jauh dari stabil.
Ketua Paguyuban Pedagang Barito “Karya Mandiri” Blok A-H, Rohmad Yulianto mengatakan, hingga September 2019 ini kondisi pedagang belum stabil. “Kalau dibandingkan dengan tempat lama, perbandingannya masih 40 persen. Pedagang sendiri masih kesulitan karena kondisinya masih sepi,” katanya, Selasa (10/9/2019).
Bahkan banyak kios tidak ditempati. Dari jumlah total 455 kios, ada kurang lebih 50-60 kios yang tidak ditempati. “Saya kurang tahu apakah mereka mencari tempat lain atau bagaimana. Ada kurang lebih 50-60 kios hingga sekarang belum ditempati. Kondisinya memang belum stabil,” katanya.
Dia sendiri merasakan adanya penurunan omzet harian secara drastis dibanding di tempat lama. “Rata-rata menurun 60 persen. Misalnya di tempat lama rata-rata dalam sehari bisa masuk omset Rp 1 juta, di sini hanya Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu. Bahkan kadang-kadang ‘blong’, tidak ada satupun pembeli. Tidak dapat uang. Ini menjadi masalah bagi kami,” katanya.
Dampaknya, lanjut Yulianto, pedagang tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Apalagi saat pembangunan kios dilakukan menggunakan dana mandiri dengan difasilitasi koperasi. Nah, untuk membayar cicilan ini aja banyak pedagang yang keteteran, banyak yang terlambat bayar. Padahal cicilannya hanya Rp 366 ribu dalam kurun waktu dua tahun,” katanya.
Menurut dia, keberadaan relokasi pedagang Barito di kawasan MAJT ini belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. “Kami sudah coba publikasi melalui berbagai cara. Tapi masih banyak pelanggan tidak mengetahui bahwa pedagang Barito sekarang pindah di kawasan MAJT,” katanya.
Karena belum banyak masyarakat yang tahu, tentu saja pembeli yang datang sedikit. “Bahkan kalau dulu bisa dilihat pelat kendaraan pengunjung banyak dari luar kota. Sekarang hampir tidak ada pengunjung dari luar kota. Pengunjungnya rata-rata hanya warga Kota Semarang,” imbuhnya.
Mengenai fasilitas jalan, drainase dan listrik, kata dia, telah dipenuhi oleh Pemkot Semarang. “Namun untuk fasilitas umum seperti kebutuhan air dan penerangan jalan hingga sekarang belum masuk,” tutur dia.
Selain permasalahan itu, lanjut Yulianto, belum lama ini pihaknya mengaku ditemui oleh perwakilan paguyuban pedagang Barito dari Rejosari dan Bugangan yang baru-baru ini dibongkar paksa oleh Satpol PP. “Pedagang Rejosari dan Bugangan ingin bergabung dengan paguyuban pedagang Karya Mandiri. Saya menyatakan tidak ada masalah. Kalau mau gabung dipersilakan. Pelan-pelan kami coba untuk membicarakan kebijakan bersama,” katanya.
Dia juga meminta agar Pemkot Semarang segera memenuhi kelengkapan infrastruktur jalan, saluran untuk tempat pedagang Rejosari dan Bugangan. “Karena hingga sekarang sama sekali belum direalisasikan. Minggu depan, kami menargetkan sudah memiliki draf yang akan kami ajukan ke Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Disperkim agar beberapa fasilitas yang diperlukan bisa dipenuhi. Akses jalan itu kalau tidak dibenahi akan semakin membuat pedagang kasihan,” katanya.
Mengenai ketersediaan jumlah kios, Yulianto memperkirakan tidak ada masalah. “Kami juga telah bersepakat dengan Dinas Perdagangan agar teman-teman dari Bugangan dan Rejosari ini diprioritaskan,” imbuhnya.
Dia juga meminta agar Pemkot Semarang membantu mempublikasikan dan menyosialisasikan kepada masyarakat luas bahwa PKL Barito saat ini telah pindah di lokasi relokasi kawasan MAJT. (*)
editor : ricky fitriyanto