KARANGANYAR (jatengtoday.com) – Wacana pemerintah untuk menaikkan cukai tembakau tahun depan dinilai tidak memihak para petani tembakau. Harga rokok naik. Permintaan pabrikan menurun drastis. Dampaknya, banyak petani terpukul pada masa panen tahun ini. Sedangkan industri sektor ini merupakan industri padat karya.
Ketua Umum DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno menjelaskan, tahun 2020 ini kenaikan cukai tercatat paling tinggi dalam satu dekade terakhir. Rata-rata terjadi kenaikan sebesar 23 persen dengan rata-rata harga jual eceran naik 35 persen.
“Tapi sepertinya pemerintah bersikeras mengejar target penerimaan cukai, seolah tak berempati melihat kondisi yang menyengsarakan pemangku kepentingan pertembakauan. Padahal, dampak kenaikan cukai tahun 2020 ini saja sudah berat,” ucapnya saat acara Rembug Tani Tembakau di Karanganyar, Jumat (4/12/2020).
Dikatakan, kenaikan cukai tidak etis dilakukan di tengah pandemi Covid-19. “Kontraksi ekonomi di tengah wabah pandemi Covid-19 selalu turun hingga daya beli masyarakat menurun, petani tembakau bagai dihantam dua palu godam,” imbuhnya.
Mestinya, lanjut Soeseno, pemerintah belajar dari kondisi tahun ini. Setidaknya dengan tidak memberi beban baru. Sulit dibayangkan jika petani tak lagi menghasilkan tembakau sebagai bahan baku utama industri.
“Karena itu APTI menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok tahun depan,” tegasnya.
Dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk penanganan dan pencegahan Covid-19 juga menjadi sorotan petani tembakau. Harapannya, ada alokasi DBHCHT yang semestinya dikembalikan ke petani tembakau sebagaimana mandat UU Cukai.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan, kenaikan cukai dampaknya serapan produk tembakau rendah dan mengancam eksistensi pabrik rokok menengah dan kecil. Juga tenaga kerja, petani, dan buruh rokok kena dampaknya.
“Produsen kecil dan pabrikan kretek yang notabene warisan nusantara tak akan bertahan jika dihadapkan dengan produsen besar,” ucapnya.
Jika tahun depan dinaikkan kembali, akan sangat memberatkan pelaku pabrikan menengah kecil serta petani tembakau lokal di saat semua pelaku ekonomi sedang berjuang menghadapi resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Kalau kebijakan ini tetap berlangsung, mayoritas pabrik rokok gulung tikar. Alhasil, jutaan masyarakat menjadi pengangguran baru,” kataya.
Daripada terus mengobok-obok IHT, Luluk meminta pemerintah mereformasi fiskal di sektor lain. Jika alasannya menutup kekurangan APBN, dia menilai pemerintah bisa menarik pajak yang lebih tinggi dari sektor lain.
Sementara itu, Ketua DPD APTI Jateng, M Rifai menuturkan, para petani tembakau sangat keberatan jika pemerintah menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan meminta harus ada keadilan DBHCHT bagi petani tembakau serta transparansinya. (*)
editor: ricky fitriyanto