SEMARANG (jatengtoday.com) – Bupati Kudus nonaktif HM Tamzil menolak disebut menerima uang suap jual beli jabatan di Pemkab Kudus senilai Rp 750 juta.
Hal tersebut diungkapkan Tamzil seusai menjadi saksi sidang dengan terdakwa Plt Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kudus, Akhmad Shofian, Senin (4/11/2019).
Dalam kesempatan itu, Tamzil menolak keras atas pernyataan yang melibatkan dirinya dalam kasus suap. Namun, dia tidak memungkiri bahwa pernah ditawari uang oleh staf khususnya yang bernama Agoes Soeranto.
“Staf saya pernah membawa uang ke ruangan saya, tapi saya tolak. Pada saat itu Agus tidak memberitahu saya dari siapa uang itu,” jelasnya di hadapan Ketua Majelis Hakim Antonius Widijantono.
Menurut Tamzil, setiap kali ditawari uang yang sumbernya tidak jelas, dia selalu enggan menerima.
“Pasti kalau itu langsung tak bilangi suruh bawa keluar. Soalnya saya takut sama KPK,” tegas Tamzil.
Dalam kesempatan itu, Tamzil juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan siapapun sebagaimana yang didakwakan. Termasuk dari staf khusus Agoes dan ajudan pribadinya Uka Wisnu Sejati.
“Terkait aliran dana, saya nggak tahu. Masalah Agoes dan Uka mengaku menerima bagian uang dari saya itu tidak benar. Tidak pernah!” tegas Tamzil.
Bupati Kudus itu mengklaim bahwa tidak ada istilah jual beli jabatan yang dikondisikan olehnya. Karena semuanya dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
“Jadi kalau terdakwa Akhmad Shofian dan istrinya kemudian lolos seleksi ya berarti memang dia memenuhi syarat. Udah gitu aja,” tandas Tamzil.
Sebelumnya Bupati Kudus juga telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka karena berperan sebagai penerima suap. Termasuk Staf Khusus Bupati Agoes Soeranto.
Namun, perkara keduanya belum dilimpahkan ke pengadilan. Baru satu terdakwa yang sudah mulai menjalani persidangan, yakni Akhmad Shofian selaku pemberi suap.
Terdakwa Akhmad Shofian dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana (dakwaan primer).
Juga Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana (dakwaan subsider). (*)
editor : ricky fitriyanto