SEMARANG (jatengtoday.com) – Bupati Kudus nonaktif HM Tamzil meminta majelis hakim di Pengadilan Tipikor Semarang untuk membebaskannya. Sebab, dakwaan dari penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak jelas.
Hal tersebut diungkapkan pengacara Bupati Kudus, Jhon Redo, saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di persidangan, Senin (16/12/2019).
Pada sidang sebelumnya, Tamzil didakwa dengan pasal berlapis. Pertama, dakwaan penerima suap jual beli jabatan sebesar Rp 750 juta. Kedua, dakwaan penerima gratifikasi yang totalnya mencapai Rp 2,57 miliar.
Menurut Jhon, pada dakwaan pertama, jaksa KPK tidak bisa menyebutkan secara rinci dan jelas terkait praktik suap yang dilakukan terdakwa. Termasuk tidak bisa menjelaskan bagaimana terdakwa memerintahkan staf khusus dan ajudan pribadinya untuk meminta uang dari penyuap.
“Terdakwa sama sekali tidak tahu-menahu adanya pesekongkolan suap yang berkaitan dengan penawaran jabatan. Terdakwa juga tidak pernah melihat secara fisik uang suap itu,” ungkapnya.
Bahkan, saat operasi tangkap tangan (OTT), jaksa sebenarnya tidak menemukan minimal dua alat bukti untuk menjerat terdakwa.
“Sehingga hemat kami, Bupati Kudus ini adalah korban dari sistem KPK model lama, yang selalu mengupayakan orang yang di-OTT harus dinyatakan salah,” tegasnya.
Jhon menambahkan, pada dakwaan kedua mengenai gratifikasi, KPK juga bisa merumuskan secara detail tentang delik perkaranya. “Karena memang kenyataannya terdakwa tidak pernah memerintahkan stafnya untuk mencarikan uang pada beberapa rekanan,” imbuhnya.
Pihaknya juga melihat jaksa keliru dalam menulis jumlah uang yang dianggap gratifikasi, yakni sebesar Rp 2,57 miliar. “Yang benar adalah Rp 2,25 miliar,” tegas Jhon.
Oleh karena itu, dia meminta majelis hakim untuk mengabulkan eksepsi yang diajukan. Kemudian, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan memerintahkan jaksa untuk membebaskan terdakwa dari tahanan. (*)
editor : ricky fitriyanto