SEMARANG (jatengtoday.com) – Anak korban kekerasan seksual sebenarnya bisa mendapatkan hak restitusi atau ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku kejahatan. Namun faktanya, masih banyak korban yang tak bisa mengakses hak tersebut.
Pernyataan itu diungkapkan Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang, RR Ayu Hermawati Sasongko.
Dia mengungkapkan, hak restitusi ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Restitusi ini meliputi ganti kerugian materiil atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
“Implementasi hak restitusi untuk anak korban kekerasan seksual ini belum terlaksana secara maksimal,” kritik Ayu, Kamis (18/2/2021).
Menurutnya, apabila korban tidak didampingi oleh lembaga bantuan hukum yang memang peduli terhadap anak korban kekerasan seksual, hak restitusi kerap tak terinformasikan secara baik. Sehingga, pihak korban tak bisa mengajukan permohonan.
Aparat penegak hukum seharusnya bisa menjembatani celah itu, tidak harus menunggu kehadiran pengacara yang berperspektif terhadap korban.
Berdasarkan catatan LBH APIK, permohonan hak restitusi yang diajukan ke pengadilan beberapa memang ada yang dikabulkan, tetapi masih ada yang tidak dikabulkan.
Ayu mengungkapkan, saat ini LBH APIK Semarang sedang melakukan pendampingan bantuan hukum dan pemulihan psikologis untuk ibu kandung korban dan anak korban kekerasan seksual.
Korban adalah anak berusia 3 tahun yang mengalami kekerasan seksual dari ayah kandungnya. Sesuai putusan Pengadilan Negeri Demak pada 20 Januari 2021, pelaku telah divonis penjara 11 tahun.
Namun sayangnya, di dalam putusan tersebut tidak mencantumkan hak-hak korban, antara lain hak restitusi dan hak pemulihan psikologis korban. “Di mana peran negara terhadap anak korban kekerasan seksual?” tanya Ayu. (*)
editor: ricky fitriyanto