in

Aturan Dibuat Bukan untuk Menghukum, Tapi untuk Membuat Orang Tenang Beraktifitas

SEMARANG (jatengtoday.com) – Tujuan dibentuknya hukum dan aturan perundang-undangan di Indonesia sebenarnya bukan untuk menghukum setiap orang yang bersalah. Melainkan untuk membuat orang merasa tenang dalam menjalani kehidupan.

Hal itu diungkapkan pengacara Theodorus Yoseph Parera saat mengisi seminar bertema “Membangun Idealisme dan Integritas Menuju Generasi yang Bermoral dan Bermartabat” yang diadakan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Semarang, Minggu (19/05/2019).

Yoseph mengaku prihatin melihat kondisi saat ini. Sebab, banyak yang masih salah kaprah memahami hukum. Konsekuensinya, kata dia, sangat besar. Bahkan, bisa saja hakim menjatuhkan vonis secara sembrono karena ketidaktahuannya.

“Jadi sebenernya hukum diciptakan bukan untuk menghukum orang, melainkan untuk membuat kehidupan bermasyarakat menjadi tenang dan nyaman,” ujarnya.

Ia mencontohkan dengan undang-undang tentang korupsi. “Tujuan dibentuknya UU korupsi itu bukan semata-mata untuk memenjarakan orang yang melakukan korupsi. Kalau begitu, logikanya jadi kebalik,” imbuhnya.

Lebih lanjut dijelaskan, tujuannya sebenarnya dua. Pertama untuk menjaga keuangan negara supaya tidak dicuri orang lain. Kedua, untuk menjaga marwah para pemimpin. “Masalah ada koruptor yang dihukum, itu merupakan konsekuensi karena telah melanggar aturan,” jelas Yoseph.

“Sekarang tidak ada alasan untuk para pimpinan melakukan korupsi. Sebab, mereka diberi kebebasan, ketika mendapat hadiah atau diberi apapun dari orang lain, silakan laporkan ke KPK. Nanti KPK yang bakal menentukan apakah itu merupakan haknya atau bukan,” tambahnya.

Yoseph juga mencontohkan dengan kasus yang lebih simpel. Terkait undang-undang lalu lintas. Aturan itu dibuat bukan untuk tilang menilang, melainkan untuk menjaga ketertiban di jalan raya sehingga tidak mengganggu mobilitas ekonomi.

Sayangnya, kata Yoseph, mentalitas dan moralitas bangsa Indonesia masih sangat rendah untuk menaati hukum atau aturan yang berlaku. Hal itu terjadi lantaran sistem pendidikan yang berlaku saat ini hanya berupa transfer ilmu.

“Kita butuh sistem pendidikan yang dari awal sudah membina mentalitas kita untuk jadi manusia yang bermoral dan bermartabat, supaya kita dapat membaca aturan yang berlaku dengan jelas,” katanya.

Dia menambahkan, pendidikan seharusnya mampu membuat orang pandai membaca aturan sesuai dengan hukum dan moral yang berlaku di masyarakat. Supaya tidak gagap jika sewaktu-waktu terlibat dalam ranah hukum.

“Hal pertama yang harus diperhatikan dalam melihat hukum adalah memahami mukadimah atau roh dalam sebuah perundang-undangan. Jangan sampai kita salah dalam memahami sebuah aturan yang berlaku di masyarakat,” tandasnya. (*)

editor : ricky fitriyanto