in

APTI: Negara Tak Lindungi Petani Tembakau, Swadaya Asing Bisa Ambil Kepentingan

BLORA (jatengtoday.com) – Para petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) merasa bahwa sejauh ini negara tak melindungi mereka. Di lain sisi, pemerintah mengeruk keuntungan dari industri tembakau nusantara. 

“Bila negara tak melindungi industri tembakau nasional, maka isu ini akan rentan disusupi oleh lembaga swadaya asing yang ada di Indonesia. Kepentingan asing untuk menanamkan pengaruhnya di negara kita,” kata Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Blora, Larso Ngariyanto, Rabu (11/3/2020). 

Menurut dia, sangat ironis bila Pemerintah Indonesia tak melindungi industri tembakau yang sudah menghidupkan perekonomian nasional.

“Untuk itu, penting bagi negara melindungi industri yang telah menyumbang lebih dari Rp 300 triliun bagi APBN. Jangan sampai lembaga swadaya asing mengambil kepentingan untuk memasukkan komoditas tembakaunya ke Indonesia,” ungkapnya.

Larso menilai, negara sejauh ini tak menunjukkan perlindungan terhadap industri tembakau. Bahkan sebaliknya kebijakan-kebijakan yang ada menyudutkan tembakau dan produk turunannya. “Negara tidak pernah hadir dalam perlindungan. Tapi hanya bicara penerimaan,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, Indonesia sudah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). “Ironisnya, Pemerintah Amerika Serikat yang jadi pemrakarsa FCTC malah keluar dari ratifikasi ini. AS sendiri ingin melindungi komoditas strategisnya. Begitupun, tembakau adalah industri strategis Indonesia yang wajib dilindungi,” tegasnya.

Lebih lanjut, kata dia, Indonesia memiliki produk khas dan spesifik, yakni kretek. “Tembakau-tembakau lokal Indonesia menghasilkan hal yang sangat spesifik,” ujarnya.

Melalui organisasi petani tembakau, pihaknya mengaku akan menelurkan gagasan-gagasan cerdas untuk pemberdayaan dan peningkatan petani tembakau.

Pihaknya akan bekerjasama dengan Kasi Sarana Prasarana dan Kelembagaan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora, dan akan memprogramkan Rumah Rembuk Petani Tembakau dalam waktu dekat. Tujuannya untuk meningkatkan produksi tembakau di Kabupaten Blora.

“Karena DBHCT di Kabupaten Blora hanya sebesar Rp 7,9 miliar, sedangkan di Kabupaten Rembang bisa mencapai Rp 38 miliar, padahal pertanian tembakau kemitraan antara Rembang dan Blora lebih dulu dilaksanakan di Blora,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto