in

Tak Cukup Naikkan Cukai, Penjualan Rokok Eceran Diusulkan Dilarang

Generasi muda yang terpapar rokok akan mengalami masalah kesehatan, sehingga dapat mengurangi produktivitasnya di masa depan.

Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). (antara foto/yusuf nugroho)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Upaya menurunkan prevalensi perokok remaja dan anak tidak cukup dengan kenaikan cukai rokok saja, namun juga perlu diberlakukan kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan dan iklan rokok.

“Untuk menurunkan prevalensi perokok anak perlu kebijakan yang komprehensif. Tidak cukup dengan cukai naik saja, tapi juga harus ada kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan dan pelarangan iklan rokok,” kata Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, Sabtu (15/1/2022).

Dia menambahkan kedua kebijakan ini belum diterapkan di Indonesia, sehingga industri rokok masih bisa membujuk anak-anak untuk menjadi perokok melalui berbagai iklan dan promosi. Padahal, menurutnya, rokok merupakan zat adiktif yang dapat membuat kecanduan dan membahayakan kesehatan.

Baca Juga: Infografis: Tarif Cukai Hasil Tembakau 2022

Lisda mengatakan generasi muda yang terpapar rokok akan mengalami masalah kesehatan, sehingga dapat mengurangi produktivitasnya di masa depan.

Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk terus berupaya melalui berbagai regulasi yang dapat menjamin kesehatan masyarakat.

“Menjadi sehat adalah hak semua warga negara, karena itu negara dan pemerintah harus memastikan dan menjamin semua warganya sehat dengan menyediakan regulasi yang kuat dan layanan kesehatan,” katanya.

Dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot dan Tembakau Iris, pemerintah resmi menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) mulai 1 Januari 2022.

Melindungi Konsumen

Sementara, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengapresiasi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris karena dapat melindungi konsumen dari paparan zat adiktif, seperti tembakau.

“Mengapa kita sambut baik, karena cukai rokok itu dilakukan untuk dimensi perlindungan konsumen karena cukai rokok itu memang berfungsi untuk perlindungan pada konsumen bahkan calon konsumen dari paparan zat adiktif seperti tembakau,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Sabtu (15/1/2022).

Ilustrasi. Seorang petugas menunjukkan barang bukti pita cukai rokok palsu di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Kudus, Jateng. (antara foto/andreas fitri atmoko)

Kenaikan cukai rokok ini, menurut dia, perlu dilakukan karena harga rokok di Indonesia termasuk yang termurah di dunia. “Cukai rokok kita saat ini merupakan cukai yang tergolong paling rendah di dunia dan kemudian harganya juga menjadi harga rokok yang termurah di dunia,” katanya.

Selain kenaikan cukai rokok, hal lain yang perlu untuk diperhatikan adalah masih maraknya penjualan rokok secara eceran.

Tulus mengatakan meskipun cukai rokok dinaikkan, harga rokok per batang masih terlalu murah untuk dibeli masyarakat kelas menegah bawah, remaja, dan anak-anak.

“Kenaikan cukai rokok yang terakhir dengan 12 persen itu, kalau dijual per batang, rata-rata konsumen masih bisa membeli rokok itu secara batangan dengan harga kurang dari Rp2.000, jadi rata-rata konsumen bisa membeli rokok Rp1.900 per batang,” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah memberikan larangan penjualan rokok secara eceran.

“Rokok ini merupakan produk yang kena cukai dan merupakan racun atau zat adiktif, tapi dijual ketengan seperti kita membeli kacang goreng atau permen,” katanya.

Kebiasaan Merokok

Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT)dinilai tidak terlalu memberikan banyak dampak pada kebiasaan masyarakat merokok secara signifikan karena lebih mengarah pada perubahan harga rokok saja.

“Kalaupun ada kenaikan cukai, paling besar itu berpengaruh terhadap harga satu bungkus rokok. Pengaruhnya tidak terlalu signifikan karena orang kalau sudah tergantung merokok, bagaimanapun dia akan menyediakan uang untuk mengakses rokok,” kata Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra, Rabu (12/1/2022).

Baca Juga: Tarif Cukai Naik 12 Persen Tahun Depan, Harga Rokok Bakal Lebih Mahal

Hermawan menuturkan naiknya tarif cukai khususnya pada harga rokok, hanya dapat membatasi akses atau keterjangkauan jumlah rokok yang dikonsumsi oleh seseorang saja. ​​​​​​Sedangkan pada motif untuk membeli rokok, akan tetap akan terus berjalan selama pendapatan seseorang yang memadai.

Selama seseorang memiliki pendapatan yang baik, berapapun harga rokok tidak akan mempengaruhinya. Bahkan pada saat seseorang tidak memiliki dana yang cukup, sebisa mungkin akan menyisihkan uangnya untuk membeli rokok meski jumlah yang didapatkan tak sebanyak biasanya.

Tidak Signifikan

Konsumsi rokok, menurutnya juga akan terus berjalan selama sebuah perusahaan masih memproduksi berbagai jenis rokok, tersedianya bahan baku yang ditanam oleh para petani juga

“Jika hanya mengandalkan cukai rokok saja, jadi tidak signifikan dan tidak mengubah perilaku karena hulunya motifnya tetap terjaga. Hanya daya beli yang akan berpengaruh terhadap perolehan atau akses terhadap rokok,” tegas dia.

Di sisi lain, menurutnya kenaikan cukai pada rokok juga lebih menekankan bagaimana negara mengatur pemasukan pendapatan dan berjalannya kegiatan perekonomian.

Padahal, untuk memutus siklus tersebut dan menjaga kualitas putra-putri bangsa tetap baik, dibutuhkan sebuah upaya yang lebih masif yang dibarengi oleh edukasi juga sosialisasi melalui media sosial di internet mengenai dampak buruk merokok pada kesehatan, sehingga perspektif pada rokok dapat berubah.

“Kesadaran dari risiko sosial karena juga merokok, akan menambah keburukan secara lingkungan dan juga konteks merugikan keluarga, menyadari bahwa perokok merusak kesehatan. Maka itu, lebih baik menghindari kerusakan daripada mencoba-coba untuk merokok,” ujar dia. (ant)

Tri Wuryono