SEMARANG (jatengtoday.com) – Bupati Jepara Ahmad Marzuki menyebut kasus suap kepada hakim yang menjeratnya disebabkan kesalahannya dalam memilih pengacara.
Hal tersebut disampaikan Marzuki saat menyampaikan pembelaan pribadinya dalam sidang pledoi di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (20/8/2019).
Dalam kesempatan itu, terdakwa menceritakan kronologi awal sebelum kasus suap hakim bergulir. Awalnya, kata terdakwa, ia diduga terlibat dalam kasus Banpol yang diterima DPC PPP Kabupaten Jepara pada 2011 dan 2012 silam. Yang kemudian dipermasalahkan pada 2014.
Kasus itu pun sebenarnya merupakan settingan dari lawan politiknya di internal PPP. Sebab, lanjut terdakwa, pasca Pemilu 2014, Pengurus DPC PPP Jepara terpecah menjadi dua kubu. Pertama kubu terdakwa, kedua kubu Sutarjo dkk.
Singkat cerita, dari hasil penyelidikan kala itu, ada beberapa orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Diantaranya Bendahara PPP Zainal Abidin yang divonis 15 bulan penjara dan Wakil Bendahara PPP Shodiq Priyono divonis 12 bulan penjara.
“Mereka berdua itu ternyata sasaran antara. Sehingga masih dikejar siapa sasaran utamanya. Ternyata sasaran utamanya adalah saya,” ucapnya.
Pasca itu, terdakwa berusaha semampunya agar bisa lepas dari kasus tersebut. Sayangnya ia tetap saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jateng. Meskipun status itu disebut tidak jelas lantaran sampai sekarang dirinya tidak pernah menerima surat print resminya.
Namun, karena waktu itu dirinya telah mencalonkan diri sebagai Bupati Jepara periode 2014-2022, terdakwa meminta bantuan ke berbagai pihak agar namanya bersih. Diantaranya ke DPP PPP, DPP PDIP, Komisi III DPR RI, hingga Menkopolhukam. Namun usahanya sia-sia.
Terdakwa mengaku tidak mengerti betul soal perkara hukum. Yang jelas dirinya menginginkan agar status tersangka dalam kasus Banpol bisa dibatalkan. Salah satu caranya adalah mencari advokat untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Semarang.
“Saya bukan orang hukum sehingga tidak tahu seluk beluk hukum. Dan akhirnya saya menunjuk pengacara Ahmad Hadi Prayitno yang dalam penanganan perkara harus menyuap hakim yang bernama Lasito. Padahal saya sendiri tidak pernah memerintahkan untuk menyuap hakim,” tegas terdakwa.
Karena itu, terdakwa Marzuki berharap agar majelis hakim Tipikor bisa memberi putusan yang seadil-adilnya. Besar harapan terdakwa jika vonis akan lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut pidana pokok berupa penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Serta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun. (*)
editor : ricky fitriyanto