in

Buruh Melawan Sederet Kasus Ketenagakerjaan di Semarang

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sejumlah kasus ketenagakerjaan di Kota Semarang kian bermunculan dan mengkhawatirkan. Mulai dari kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak sesuai aturan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan, tidak diberikan pesangon, dirumahkan tanpa ada kejelasan, tidak digaji maupun pemberian gaji tidak layak.

Setelah kasus eks karyawan Varuna Entertainment sempat mewarnai pemberitaan, kali ini dua eks karyawan PT Nusantara Building Industries (NBI), yakni Abdul Gopur dan Anas Ansoruloh mendaftarkan gugatan perselisihan PHK di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang.

Gugatan dua karyawan tersebut didampingi oleh tim dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) –Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang. “Gugatan telah didaftarkan pada Senin (3/8/2020),” ungkap salah satu kuasa hukum dari LBH Semarang, Alvin Afriansyah, Selasa (4/8/2020).

Dijelaskannya, perselisihan hubungan industrial tersebut berawal dari PHK yang dilakukan PT Nusantara Building Industries terhadap Abdul Gopur dan Anas Ansoruloh melalui surat tertanggal 8 Januari 2020. “Surat tersebut tidak menyebutkan kesalahan yang dilakukan para pekerja sehingga dikenakan PHK oleh pihak perusahaan,” terangnya.

Dalam surat tersebut, lanjut dia, pihak perusahaan berdalih bahwa PHK dilakukan dengan alasan pensiun dini terhadap kedua pekerja tersebut. “Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maupun Perjanjian Kerja Bersama di PT NBI sama sekali tidak mengatur ketentuan perihal ketentuan pensiun dini yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap Pekerja,”  ungkap dia.

Menurut YLBHI-LBH Semarang selaku kuasa hukum para penggugat, PHK karena alasan pensiun dini karyawan oleh perusahaan tersebut adalah hal mengada-ada dan tidak beralasan secara hukum. “PHK seharusnya hanya dapat dilakukan jika telah ada penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Di samping itu, harus ada  kondisi dan alasan untuk dilakukan PHK sebagaimana telah diuraikan dalam UU Ketenagakerjaan,” terangnya.

Lebih lanjut, kata dia, jika alasan PHK itu keluar dari ketentuan hukum, maka PHK tersebut seharusnya batal demi hukum dan pekerja harus dipekerjakan kembali sesuai dengan ketentuan Pasal 170 UU Ketenagakerjaan.  “Praktek PHK yang dialami oleh Abdul Gopur dan Anas Ansorullah tersebut dibiarkan berlangsung, padahal jelas dilakukan dengan cara dan alasan yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. Maka hal tersebut akan menimbulkan ancaman berupa ketidakpastian dalam kelangsungan pekerjaan (Job Insecurity) bagi buruh di dalam perusahaan. Buruh yang telah berstatus pekerja tetap pun, dapat di-PHK kapan pun dengan alasan yang mengada-ada dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan,” katanya.

Sebelumnya, sederet kasus PHK mewarnai pemberitaan. Seperti halnya yang menimpa ratusan karyawan Varuna Entertainment. Para karyawan tidak berhasil dalam proses negosiasi selama mediasi dilakukan. Namun manajemen Varuna dianggap tidak ada itikad baik untuk memberikan pesangon sesuai Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan, maka para eks karyawan saat ini bersiap melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Kami menunggu risalah rundingan dari Disnaker. Selanjutnya untuk kami ajukan ke PHI,” katanya.

Tidak hanya itu, masalah ketenagakerjaan juga menimpa ratusan pekerja PT Janata Marina Indah (PT JMI) yang sempat mogok kerja karena tidak digaji. Perusahaan tersebut juga tidak membayarkan BPJS Kesehatan karyawan sebagai kewajibannya sehingga mengakibatkan karyawan tidak bisa mengakses layanan kesehatan secara baik.

Kasus lain juga menimpa ratusan karyawan PT Pinnacle Apparels di Jalan Coaster, Tanjung Emas, Kota Semarang. Ratusan karyawan tersebut merasa dirugikan akibat dimutasi di daerah Bawen dan kemudian digaji menggunakan standar UMK Kabupaten Semarang.

“Bawen dengan UMK Kabupaten Semarang yakni 2,2 juta, sedangkan Kota Semarang Rp 2,7 juta,” katanya.

Sekretaris Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang, Ekwan Priyanto menyebut, selama masa pandemi Covid-19, tercatat 80 perusahaan di Kota Semarang melakukan PHK kepada karyawannya. Dari 80 perusahaan tersebut, kurang lebih 5.900 buruh terdampak PHK dan 8.000 buruh dirumahkan. Rata-rata kasus PHK tanpa pemberian pesangon sesuai aturan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.

“Kebanyakan perusahaan yang melakukan PHK tersebut bergerak di bidang garmen,” kata dia. (*)

 

editor: ricky fitriyanto