in

Pajak Reklame Menguap Tak Mampu Capai Target, Ini Alasan Bapenda

SEMARANG (jatengtoday.com) – Hampir menyerupai potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) parkir, PAD di sektor reklame juga besar.

Pasalnya, Kota Semarang yang metropolitan menjadi belantara reklame. Namun entah apa sebabnya, pendapatan sektor reklame ini menguap alias tidak mampu menyumbang PAD secara signifikan. Sejumlah pihak menilai adanya ketidakseriusan dalam pengelolaan, sehingga pendapatan tidak maksimal hingga diduga bocor.

Namun Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, mengeklaim tidak maksimalnya pendapatan dari sektor reklame ini disebabkan adanya aturan yang ditetapkan Pemkot Semarang sendiri.

Aturan tersebut adalah larangan untuk memungut pajak reklame yang belum berizin. Sehingga banyak reklame tidak berizin, tidak bisa dipungut oleh Pemkot Semarang. Kota Semarang dari sektor pajak reklame justru tidak mampu mencapai target di tahun 2018.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Yudi Mardiana mengatakan, aturan itu merugikan pemerintah. Maka saat ini pihaknya mengubah kebijakan baru dan akan dikembalikan lagi menjadi boleh memungut pajak.

“Peraturan daerah yang mengatur larangan memungut pajak reklame belum berizin tersebut sekarang sedang direvisi.
Kalau kemarin kan ketika izin belum keluar, tidak boleh dipungut. Nah sekarang ada kebijakan Pak Sekda, akhirnya izin atau belum berizin, tarik dulu pajaknya. Kalau tidak begitu repot, izinnya belum, pajaknya lolos,’’ ungkapnya, Selasa (12/3/2019).

Perubahan kebijakan tersebut telah diberlakukan sejak 8 Agustus 2018 lalu. Yudi mengakui, saat menggunakan aturan lama, realisasi perolehan dari sektor pajak reklame masih jauh dari target.

“Sebab adanya larangan memungut pajak reklame belum berizin tersebut. Jadi, sambil membenahi aturan dalam perda, masa transisi ini (penarikan pajak) harus tetap jalan,’’ kata dia.

Realisasi pendapatan daerah dari sektor pajak reklame pada 2018 tidak menyentuh target, yakni Rp 40 miliar. Meski di sektor reklame tidak mampu mencapai target, namun secara keseluruhan pajak di Kota Semarang melebihi target.

“Secara realisasi pajak kami di tahun itu mencapai 107 persen lebih, dari target Rp 1,2 triliun. Tahun ini targetnya Rp 1,4 triliun,’’ ujarnya.

Yudi juga membantah ada pihak yang menyebutkan bahwa realisasi pajak reklame di tahun 2018 hanya sebesar Rp 1 miliar. Pihaknya mengaku telah melakukan klarifikasi dan ternyata hal itu datanya diambil dari bidang perizinan.

“Datanya tidak seperti itu, sektor pajak reklame tercapai cukup tinggi, karena ada kebijakan mulai 8 Agustus 2018 reklame belum berizin bisa dipungut pajak lagi,’’ ujarnya.

Meski begitu, Yudi enggan menjelaskan angka pajak reklame di tahun 2018. Namun yang jelas, kata Yudi, adanya aturan baru yang membolehkan lagi memungut pajak reklame yang berizin maupun belum berizin akan menambah perolehan pajak reklame.

“Kami optimis bisa mencapai target. Bahkan tidak hanya mencapai target, tapi juga optimis bisa melebihi target yang ditetapkan pemerintah dan dewan,” katanya.

Di sektor lain, Yudi juga menegaskan beberapa sektor pajak memang saat ini belum teroptimalisasi dengan baik. Salah satunya sektor pajak restoran. “Memang sektor restoran ini naik turun, karena pendapatan restoran sendiri tidak stabil setiap bulan,” katanya.

Realisasi pajak restoran saat ini baru 17,5 persen dari target. Berdasarkan hitungan, realisasi hingga Maret 2019 ini di angka 22 persen dari target.

Dia mengakui, pendapatan restoran setiap bulan terjadi pasang surut. Padahal pendapatan restoran itu acuan pembayaran pajak. Pada momen tertentu, restoran bisa memperoleh pendapatan tinggi. Misalnya pada Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, maupun musim liburan.

“Maka pada waktu tertentu, pajak sektor restoran dipastikan meningkat drastis, karena pendapatan restoran meningkat,” katanya.

Data Bapenda Kota Semarang, saat ini jumlah Wajib Pajak (WP) restoran mencapai 3700. Dari jumlah tersebut ada beberapa yang belum optimal dalam pembayaran pajak.
Sedangkan di sektor pajak air tanah pada 2018 lalu juga tidak mencapai target yang ditentukan yaitu Rp 9 miliar.

“Realisasi penerimaan Pajak Air Tanah tercapai Rp 8,858 miliar atau 98,43 persen,” katanya.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Kota Semarang, Suharsono, sebelumnya mengatakan, terlihat kesan Pemkot Semarang tidak konsisten. Sejauh ini telah ada Peraturan Daerah (Perda) Reklame. “Belum ada setahun, saat ini diganti lagi. Seharusnya Pemkot Semarang memiliki master plan mengenai pengelolaan reklame ini. Ketika Perda telah dibahas dan ditetapkan, maka harus diimplementasikan, tidak diganti,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto