in

Dinsos Terus Sosialisasi Pencegahan Trafficking

SEMARANG (jatengtoday.com) – Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang terus melakukan upaya penindakan dan pencegahan trafficking. Apalagi Ibu Kota Jawa Tengah ini telah dinyatakan sebagai Kota Layak Anak. Sehingga, pihaknya ingin menjamin segala kegiatan, terbebas dari indikasi perdagangan orang.

Kabid Rehabsos Dinsos Kota Semarang, Tri Waluyo mengungkapkan, pencegahan trafficking dilaksanakan dalam berbagai program. Diantaranya dengan sosialisasi yang diikuti 2 orang gugus tugas dari 38 kelurahan layak anak. 1 orang gugus tugas kecamatan layak anak dari 16 kecamatan, dan 1 orang dari unsur pusat pelayanan terpadu kecamatan (PPTK), serta beberapa unsur lain.

“Kami (Dinsos) berharap kepada seluruh masyarakat untuk bisa memahami hal-hal terkait dengan perdagangan anak. Sehingga, Kota Semarang yang dinyatakan sebagai Kota Layak Anak ini benar-benar terbebas dari persoalan tersebut,” ujar Tri seusai Sosialisasi Pencegahan Traficking di Kota Semarang, Jumat (8/3/2019).

Dalam sosialisasi tersebut dihadirkan dua narasumber. Yakni Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Semarang, Dhayila D, dan Ketua Yayasan Anataka, Tsaniatus Sholichah.

Kegiatan yang berlangsung interaktif tersebut memunculkan beberapa pertanyaan menarik. Diantaranya muncul dari salah satu Koordinator Wilayah Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang, Yusuf Efendi yang menanyakan maraknya trafficking dan sedikitnya kasus yang terungkap.

Menurut Tsaniatus, persoalan di balik trafficking terbilang rumit. Biasanya, yang membuat sulit diungkap adalah delik perkatanya. Sebab, tidak semua pemanfaatan anak bisa disebut sebagai trafficking.

“Kalau misalnya belum ada pemindah tanganan dari seseorang ke orang lainnya, belum bisa disebut tafficking, tapi baru sebatas eksploitasi. Jadi sulitnya UU Nomor 21 Tahun 2007 itu karena ada unsur-unsur tadi yang kadang tidak bisa dibuktikan,” urainya.

Ia mencontohkan, kasus dugaan trafficking yang terjadi di Kabupaten Batang pada akhirnya dijerat dengan Perda tentang eksploitasi anak karena unsur-unsur yang tidak bisa dibuktikan.

Sementara itu, Dahliya menambahkan, anak yang berjualan di jalan dengan pengawasan orang tua juga tidak termasuk dalam eksploitasi ekonomi. Hal tersebut berbeda dengan anak yang disewakan untuk kepentingan ekonomi.

“Punya anak bayi, lalu disewakan. Itu mungkin bisa masuk eksploitasi ekonomi,” ucapnya. (*)

editor : ricky fitriyanto