SEMARANG (jatengtoday.com) – Seiring perkembangan Kota Semarang yang pesat, tentu saja juga diikuti berbagai persoalan. Salah satunya adalah terkikisnya budaya lokal masyarakat akibat tergerus zaman yang semakin bebas.
Berbagai tradisi permainan tradisional anak mulai hilang. Generasi milenial memilih game di layar smartphone ketimbang bersosialisasi dengan teman sebaya di lingkungannya.
Meski begitu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi tak ingin tradisi permainan anak tradisional hilang tergerus zaman. Ia mengklaim, program pembangunan taman yang gencar dilakukan di Kota Semarang salah satunya bertujuan sebagai ruang bermain anak-anak.
“Tahun lalu (2017), kami bangun 20 taman dan 5 lapangan olahraga. Tahun ini (2018) kami bangun 16 taman dan 7 lapangan olahraga,” kata Hendrar Prihadi
saat menghadiri Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2018 tingkat Kota Semarang, dengan tema ‘Dolanan Sebagai Wadah Interaksi Sosial’ di Taman Budaya Raden Saleh Kota Semarang, Kamis (26/7).
Harapannya, keberadaan taman-taman itu bisa menjadi tempat berkumpul anak-anak di Kota Semarang sebagai ruang bermain anak. Termasuk menjaga tradisi mainan tradisional. “Sehingga anak-anak tidak hanya disibukkan dengan gadget,” kata Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi.
Ia menegaskan pentingnya permainan tradisional untuk lebih dipopulerkan lagi kepada anak-anak. Alasannya, nilai-nilai moral yang terdapat dalam permainan tradisional dapat membentuk karakter anak-anak menjadi lebih positif.
“Tahu nggak artinya Hompimpa Alaium Gambreng? Itu diambil dari bahasa Sansekerta, artinya dari Tuhan kembali ke Tuhan, pesannya untuk kita agar selalu legowo,” kata Hendi.
Melalui permainan anak tradisional, lanjutnya, anak-anak sedang belajar melakukan proses sosial bersama teman-temannya. “Pernah lihat anak-anak kalah Hompimpa terus pukul-pukulan? Nggak ada kan ? Kalah ya pasrah saja, legowo dan tetap tersenyum,” katanya.
Maka dari itu, Hendi menginginkan agar dolanan anak tradisional seperti “Hompimpa” itu kembali akrab terdengar di taman-taman di Kota Semarang. “Masih ada ratusan nilai-nilai moral yang bisa diajarkan melalui permainan anak tradisional. Tak kurang dari 212 permainan tradisional yang ada dalam budaya Jawa,” katanya.
Contoh lain permainan anak tradisional adalah permainan engklek dengan melompati 7 kotak. Menurut Hendi, ini memberi pesan bahwa setiap hari dari Senin sampai Minggu setiap orang harus terus bekerja keras.
“Maka kenapa tema peringatan Hari Anak Nasional 2018 di Kota Semarang adalah dolanan sebagai wadah interaksi sosial? Karena kami ingin anak-anak didorong secara serius untuk memainkan permainan tradisional,” katanya.
Lebih lanjut, kata dia, adalah bagian dari upaya melakukan pembentukan karakter bagi anak-anak di Kota Semarang. Belum lama ini, kata dia, dalam peringatan Hari Anak Nasional tahun 2018 tingkat Nasional sendiri di Surabaya, Kamis (26/7), Kota Semarang dinobatkan sebagai Kota Layak Anak tahun 2018 di Indonesia tingkat Madya.
Penghargaan tersebut merupakan capaian baru bagi Kota Semarang yang sebelumnya pada tahun 2017 mendapatkan predikat kota layak anak tingkat Pratama. (abdul mughis)
editor: ricky fitriyanto