in

Cegah Praktik Kecurangan Pelayanan Sertifikat Tanah, Kanwil BPN Jateng Percepat Digitalisasi Layanan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jateng mencatat ada 47 Petugas Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diberikan sanksi karena melakukan pelanggaran. Untuk mencegahnya, BPN kini mengupayakan percepatan digitalisasi layanan.

Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Jateng, Dwi Purnama menyebutkan pelanggaran yang dilakukan 47 PPAT itu beragam. Sebanyak 36 PPAT mendapatkan teguran ringan karena melakukan pelanggaran administrasi. Kemudian 9 PPAT yang melakukan pelanggaran sedang diberhentikan sementara dan maksimal 1 tahun.

Sementara 2 PPAT melakukan pelanggaran berat dan saat ini diusulkan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) ke kementerian ATR/BPN.

“Pelanggaran yang dilakukan PPAT beragam. Sanksi sudah diberikan,” ujar Dwi Purnama usai menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI di Kanwil ATR/BPN Provinsi Jateng, Kamis (12/9/2024).

Hadir di kegiatan tersebut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang dan anggota. Hadir pula Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Jateng.

Untuk mencegah pelanggaran tersebut berulang, lanjut Dwi Purnama, pihaknya melakukan percepatan digitalisasi layanan di kantor pertanahan. Layanan digital akan mencegah pertemuan langsung antara petugas yang melayani dan masyarakat yang dilayani.

“Sehingga timbulkan, dalam tanda petik, sering terjadi pertanyaan terkait biaya-biaya. Dengan layanan elektronik (digitalisasi) maka akan mencegah hal itu,” jelasnya.

Selain perihal layanan PPAT, dalam kunjungan kerja tersebut juga diungkapkan perihal pemanfaatan tanah milik PT KAI juga disinggung. Selanjutnya perihal PTSL.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan Kantor pertanahan di kabupaten kota maupun provinsi sudah bekerja sesuai target untuk PTSL. Namun kendala yang dihadapi justru dari masyarakat yang terkadang enggan tanahnya disertifikatkan.

“Masyarakat di daerah berfikir soal pajak. Nah ini menjadi beban kerja baru bagi BPN. Agar terus mensosialisasikan bahwa sertifikat tanah memiliki banyak manfaat. Bahkan bisa dipakai untuk tambahan modal usaha,” katanya.

Persoalan lainya adalah adanya kekurangan jumlah juru ukur di ATR/BPN. hal itu jelas mengganggu tugas untuk percepatan penyelesaian sertifikasi. Untuk ia meminta Kementerian ATR/BPN juga memikirkan tentang hal ini.

Persoalan selanjutnya adalah pemahaman aspek hukum untuk penanganan yang berkaitan dengan sertifikasi pertanahan. Sehingga tidak membuat pegawai ketakutan. (*)