SEMARANG (jatengtoday.com) – Salah satu pulau unik yang memiliki sejarah panjang di nusantara itu bernama Bali. Jejak kehidupan masa kerajaan Hindu hingga sekarang masih terasa kental. Riwayat kerajaan tersohor di Pulau Bali adalah Kerajaan Klungkung yang kemudian pecah menjadi tujuh kerajaan di Bali.
Tradisi megalithik yang dianut nenek moyang hingga sekarang masih tampak hidup dan memengaruhi berbagai fungsi dalam lini kehidupan sehari-hari. Hampir setiap desa di Pulau Bali memiliki daya tarik bagi setiap mata yang melihatnya.
Selain keindahan alam gunung dan pantai yang memukau, kekayaan aneka ragam karya seni dan tradisi budaya menjadi magnet wisatawan. Tak salah, pulau mungil yang dikenal sebagai Pulau Dewata atau Pulau Seribu Pura ini mencuri perhatian mata dunia untuk melirik lebih dekat.
Kali ini jatengtoday.com mencoba menengok salah satu kabupaten, yakni Kabupaten Badung. Kabupaten ini pernah memiliki sejarah kerusuhan besar pada 1999 silam, kala itu kantor Bupati Badung di Denpasar rata dengan tanah akibat dibakar. Saat ini, titik nol Badung berada di Desa Mengwi yang membawahi wilayah kawasan wisata terkenal, yakni Pantai Kuta dan Nusa Dua.
Secara geografis, Kabupaten Badung memiliki luas 420,09 kilometer persegi. Terdiri atas enam kecamatan, yakni Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan. Badung hingga saat ini dikenal sebagai kabupaten terkaya di Bali. Bukan berarti tak memiliki kabar miring, namun kabupaten ini memiliki keunikan tersendiri dengan upaya memakmurkan masyarakatnya.
Hal yang tidak bisa ditemui di luar Bali, adalah adanya “dualisme kepemimpinan” di tingkat desa, yakni dikenal dengan istilah Desa Dinas dan Desa Adat. Satu desa memiliki dua pemimpin. Desa dinas dipimpin oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengurusi kependudukan, KTP, Nikah dan lain-lain. Sedangkan Desa Adat dipimpin oleh Kepala Adat yang memegang kendali wilayah, membawahi pengelolaan tradisi budaya, aset tanah, pariwisata, termasuk perekonomian.
Termasuk pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang membawahi berbagai macam usaha kuliner, kerajinan, hingga minimarket. Tak salah, di Bali, banyak desa di bawah aturan ‘adat’ memiliki pendapatan sangat besar. Banyak desa di Bali tidak bergantung kepada pemerintah kabupaten maupun provinsi, karena desa adat memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikelola secara mandiri.
Bahkan hanya sebagian kecil PAD yang disetor ke pemerintah dinas. Prosentase-nya tergantung kesepakatan perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara ‘pemerintah dinas’ dengan ‘pemerintah adat’ di masing-masing wilayah desa. Misalnya pendapatan sebuah lokasi wisata, 25 persen masuk ke pemerintah dinas, 75 persen dikelola oleh Desa Adat.
Meski pembagian PAD untuk pemerintah dinas cenderung lebih kecil dari prosentasi Desa Adat. Tetapi PAD secara keseluruhan di Kabupaten Badung terbilang cukup besar. “Rata-rata setiap tahun, PAD Kabupaten Badung mencapai Rp 7 triliun,” kata Perbekel (Kepala Desa) Mengwi, I Ketut Umbara, saat menerima rombongan studi banding Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bersama sejumlah wartawan Semarang, di kantor Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu (8/8) lalu.
Dikatakannya, Desa Mengwi memiliki BUMDes yang mengelola pemasaran berbagai produk kerajinan, kuliner hingga minimarket. Sehingga bisa menyumbang PAD di kabupaten setempat. “Di Kabupaten Badung, semua siswa SDN mendapat fasilitas laptop gratis. Selain itu memiliki jaminan kesehatan secara mandiri. Pasien berobat gratis, penunggu pasien di rumah sakit mendapatkan uang santunan,” katanya.
Jaminan Kesehatan tersebut bukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), tetapi merupakan jaminan kesehatan secara mandiri yang diselenggarakan pemerintah setempat. Syaratnya hanya menunjukkan KTP setempat.
Selain itu, sumber daya alam berupa panorama pantai, aset sejarah, dan kekayaan tradisi adat masyarakat di Desa Mengwi menjadi sumber PAD yang diandalkan. Selain mengelola berbagai tempat wisata, juga menerima banyak investor berbagai usaha dari luar. Misalnya perhotelan.
Namun pemerintah dinas maupun Desa Adat memberlakukan peraturan ketat terhadap investor. “Hotel tidak boleh berdiri di wilayah utara, tetapi hotel dipusatkan di wilayah selatan. Tujuannya agar kekayaan tradisi budaya milik masyarakat tidak rusak,” katanya.
Desa Mengwi juga memiliki salah satu peninggalan sejarah, yakni Pura Taman Ayun. Pura ini dibangun oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung Putu, pada tahun 1556 Saka (1634 M), lokasinya 18 km ke arah barat dari Denpasar. Kawasan Pura Taman Ayun yang merupakan Pura lbu (Paibon) Kerajaan Mengwi ini telah masuk dalam World Heritage UNESCO.
“Kami juga menjaga berbagai kesenian daerah,” kata Ketut.
Mengenai “dualisme” pemerintahan antara Desa Dinas dan Desa Adat, Ketut menjelaskan bahwa masyarakat setempat sangat menjaga tradisi adat. “Bukan dualisme pemerintahan. Tapi dualisme yang berjalan selaras atau berdampingan,” katanya.
Plt Kabag Humas dan Protokol Pemkot Semarang, Agus Joko Triyono yang mengawal studi banding tersebut mengatakan, Kabupaten Badung, terutama Desa Mengwi memiliki keunikan tersendiri. “Kami banyak belajar dari Kabupaten Badung, tentang pengelolaan desa. Apalagi di Kota Semarang mengusung program kampung tematik dan desa wisata,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto

