in

Romo Magnis Berharap Prabowo-Gibran Bisa Jaga Masa Depan Demokrasi Indonesia

Guru Besar STF Driyarkara Frans Magnis-Suseno (foto: istimewa)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Guru Besar STF Driyarkara Frans Magnis-Suseno mengungkapkan, usai Pemilu masih ada tiga hal yang harus diperjuangkan masyarakat di era kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Romo Magnis berharap Presiden dan Wakil Presiden terpilih bisa menjaga masa depan demokrasi Indonesia dengan sebaik-baiknya.

Pada diskusi “Setelah 26 Tahun Reformasi dan Pilpres Nir-Jurdil” yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Jaga Pemilu dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Senin (20/5/2024), Romo Magnis mengatakan, hal pertama yang harus diperjuangkan adalah kebebasan demokratis, kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berorganisasi tidak dibatasi.

“Hal ini penting karena dalam beberapa tahun terakhir ada pembatasan kebebasan berpendapat, ada orang yang melontarkan kritik lalu dibawa ke polisi dengan tuduhan menghina,” kata Frans Magnis-Suseno dalam keterangan tertulis yang diterima jatengtoday.com.

Romo Magnis menambahkan, Karl Marx mengatakan bahwa orang kecil yang tidak bisa bersuara dan memperjuangan kepentingannya maka dia akan kelaparan.

Hal kedua yang harus diperjuangkan adalah bersikap kritis terhadap oligarki dan korupsi. Menurut Romo Magnis, Indonesia sempat menjadi kisah sukses dalam pemberantasan korupsi melalui lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, pada pemerintahan lalu kewenangan KPK dikebiri.

“Hal ketiga yang tidak kalah penting untuk diperjuangkan adalah keadilan sosial. Jangan sampai masyarakat Indonesia mencari ideologi selain Pancasila karena masih miskin. Saat ini 50% bangsa Indonesia belum sejahtera dan 9% dari mereka masih miskin. Kalau rakyat Indonesia punya anggapan Indonesia hanya milik mereka yang kaya maka bukan tidak mungkin mereka akan mencari ideologi baru,” ujar Romo Magnis.

Malapraktik Pemilu

Ketua Umum Perkumpulan Jaga Pemilu Natalia Soebagjo menyampaikan, Pemilu 2024 masih terkontaminasi oleh praktik-praktik pelanggaran dan kecurangan pemilu. Terjadinya normalisasi pelanggaran dan kecurangan, atau pemilu Indonesia (new normal) di mana malapraktik pemilu dianggap sebagai hal yang biasa dan terjadi pembiaran dalam penegakan hukum.

“Ini membuat legitimasi pemenang pemilu dan pemerintahan yang terbentuk akan mengambang. Pemilu 2024 lalu juga melahirkan artificial demokrasi di mana praktek demokrasi prosedural berupa penyelenggaraan pemilu diatur sedemikian melalui skenario pemenangan yang memanipulasi mekanisme prosedural dan peraturan kepemiluan,” kata Natalia.

Karena itu, kata Natalia, Perkumpulan Jaga Pemilu memberikan enam rekomendasi agar pemilu di masa yang akan datang bisa berjalan lebih baik. Pertama, mendorong DPR untuk menjalankan tugas pengawasannya menjamin pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Kedua, mengingatkan dan menjaga agar cabang eksekutif/penyelenggara pemilu menghormati prinsip netralitas. Ketiga, mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai proses pelaporan pelanggaran.

Keempat, meningkatkan partisipasi aktif publik dalam mengawasi dan menjaga jalannya pemilu yang bersih dan berintegritas. Jaga Pemilu punya platform untuk membuat laporan lebih mudah.

Kelima, mendukung sikap kritis masyarakat sipil dan partai politik untuk menjadi oposisi/suara berbeda.

Keenam, melakukan pendidikan politik, critical thinking dan etika bagi kaum muda. Karena semua yang terjadi pada pemilu lalu bermuara pada etika atas aturan yang sudah disepakati namun diabaikan. (*)