SEMARANG (jatengtoday.com) – Sebanyak empat pekerja CV Rejo yang beralamat di Blok 5 No 22 Kawasan Industri Candi Jalan Gatot Subroto Semarang, melapor ke Dinas Tenaga Kerja (Disnasker) Semarang. Mereka menuntut keadilan karena menjadi korban kasus ketenagakerjaan.
Keempat pekerja, masing-masing; Warsito, Nuryanto, Budi Hartanto dan Wahyudi. Mereka merasa menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. Mereka bermaksud memperjuangkan dan mengusulkan agar gaji karyawan di perusahaan tersebut sesuai aturan Upah Minimum Kerja (UMK) Kota Semarang, tapi malah di-PHK tanpa pesangon.
“Kami dikeluarkan tanpa pesangon, bahkan hanya disampaikan secara lisan. Alasannya saya dua hari tidak masuk kerja. Saya mempertanyakan dan meminta gaji harus sesuai UMK, hak BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, jaminan keselamatan kerja. CV Rejo tidak mau memenuhi semua hak tersebut. Saya malah dibilang sebagai provokator,” kata Warsito kepada jatengtoday.com, Rabu (10/2/2021).
Tidak ada surat resmi mengenai “PHK” tersebut. Maka dari itu, Warsito mengadu ke Disnaker Kota Semarang dan Provinsi Jateng berharap keadilan ditegakkan. “Saya sebagai karyawan berhak meminta hak saya sebagai pekerja sesuai aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Usulah gaji sesuai UMK tersebut, menurut dia, sebetulnya telah diusulkan sejak 5 tahun silam, namun tidak ada respons dari pihak perusahaan. “Baru-baru ini saya bermaksud meminta klarifikasi mengenai kapan gaji bisa UMK dan diberikan BPJS. Bukannya direspons baik, malah justru saya bersama tiga teman lainnya dikeluarkan,” ujarnya.
Selama ini, lanjut dia, status karyawan tidak jelas. Tidak ada status kontrak maupun tetap. Perusahaan tersebut, masih kata Warsito, tidak memiliki Peraturan Perusahaan (PP) dan tidak ada kontrak sama sekali.
“Malah peraturan kerja yang diberlakukan setiap hari tidak logis. Misalnya apabila karyawan terjadi kecelakaan di jalan, pihak perusahaan tidak mau tahu. Bahkan perusahaan membebankan risiko kecelakaan kepada karyawan. Karyawan harus menyelesaikan sendiri. Fatalnya lagi, semua biaya akibat kecelakaan tersebut dibebankan kepada karyawan. Karyawan tetap diminta bekerja, sedangkan gajinya diklaim sebagai ganti kerugian,” katanya.
Padahal gaji yang diberikan di perusahaan distributor triplek tersebut, menurut dia, sangat tidak manusiawi. “Selama ini, gaji karyawan menggunakan sistem harian senilai Rp 55 ribu, uang makan Rp 10 ribu, kalau mengirim barang ke luar kota uang makannya Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu. Kalau pas menginap ditambahi Rp 20 ribu untuk dua hari. Kami sebagai karyawan menuntut hak, karena harus mencukupi kebutuhan keluarga,” ungkap dia.
Karyawan lain, Nuryanto, pun senada dengan menyampaikan kekecewaan mendalam. Pasalnya, penjelasan pihak perusahaan dinilai sangat tidak menghargai dan menyakiti hati pekerja atau buruh. “Bahkan perwakilan dari perusahaan saat dimintai jawaban mengenai tuntutan tersebut justru menjawab ‘Kalau kamu pengin gaji UMK, BPJS, bikin perusahaan sendiri!,” ujarnya menirukan jawaban dari perwakilan CV Rejo.
Nuryanto sendiri mengaku telah bekerja di perusahaan tersebut selama 10 tahun lebih, Warsito 7 tahun, Budi Hartanto 9 tahun dan Wahyudi 8 tahun. “Pihak perusahaan sempat mengirim surat panggilan untuk bekerja kembali. Kami siap bekerja kembali dengan catatan gaji harus sesuai UMK dan diberikan hak BPJS. Mereka saat ini telah membuka lowongan lagi,” katanya.
Perwakilan CV Rejo, Amelia, saat dikonfirmasi enggan menjelaskan permasalahan tersebut lebih jelas. “Kami tidak pernah mem-PHK mereka, tapi mereka merasa di-PHK. Mereka hanya ‘cari-cari’ di masa pandemi. Saya sudah mengirim surat panggilan kepada mereka dua kali untuk bekerja kembali, tapi mereka tidak datang. Tiba-tiba tidak masuk kerja tanpa konfirmasi, kemudian mereka melapor ke Disnaker,” katanya.
Tidak Bayar Gaji UMK, Termasuk Pelanggaran Pidana
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim menegaskan bagi perusahaan yang tidak membayar upah sesuai UMK, telah diatur sanksinya secara jelas pada Pasal 185 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. “Pelanggaran ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan Korporasi. Sanksinya penjara minimal satu tahun dan maksimal empat tahun atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta.Tetapi memang, pemerintah harus lebih serius dan konsen terhadap pelanggaran aturan ini,” tegasnya.
Dijelaskannya, upah adalah faktor fundamental kesejahteraan pekerja atau buruh. Pihaknya sejauh ini sangat konsen dan menjadikan upah sebagai isu prioritas atau isu ideologi di kalangan serikat pekerja. “Saat ini masih banyak pekerja atu buruh yang tidak berani menuntut saat digaji di bawah UMK, karena kita semua tahu UMK sebenarnya sangat pas-pasan ibarat panggang jauh daripada api. Apalagi bicara upah di Jawa Tengah yang masih sangat tertinggal dari wilayah lain. Walau aturannya sangat jelas, tetapi praktiknya banyak perusahaan yang masih melanggar membayar upah pekerjanya di bawah aturan,” terang dia.
BACA JUGA: Dipensiun Tanpa Pesangon, Sekuriti Bank Mandiri Semarang Tuntut Keadilan
Lebih lanjut, peran pemerintah sangat penting untuk melindungi pekerja dari perilaku pengusaha-pengusaha nakal. “Perlu saya tekankan, masih banyak pekerja/buruh yang takut melapor, karena banyak kejadian kalau pekerja melapor atau menutut upah langsung di-PHK dan tanpa pesangon sedikit pun, seperti yang terjadi kemarin di salah satu perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri Gatot Subroto Semarang itu,” katanya.
BACA JUGA: Di PHK Tanpa Pesangon, Ratusan Karyawan Varuna Entertainment Wadul Ombudsman
Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Jateng, Budi Prabawaning Dyah, mengatakan apabila aduan karyawan CV Rejo telah memenuhi syarat, maka pihaknya akan segera menindaklanjuti dengan memanggil perusahaan tersebut ke Disnaker.
“Nanti kami buatkan surat pemanggilan dinas, para pihak nanti kami undang. Kalau diPHK harus sesuai dengan aturan PHK, berapa pesangon yang harus dibayarkan harus diperhitungkan,” katanya.
Dia membenarkan kasus perusahaan yang tidak membayar gaji sesuai UMK ini termasuk ranah pidana. “Iya, tapi ini semoga harapannya bisa diselesaikan di Disnaker Kota Semarang saja,” katanya.
BACA JUGA INI: Buruh Melawan Sederet Kasus Ketenagakerjaan di Semarang
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang Sutrisno mengatakan, pihaknya siap memediasi setiap permasalahan ketenagakerjaan sebagaimana yang terjadi di CV Rejo tersebut. “Banyak kok, kami siap memediasi. Permasalahan sengketa ketenagakerjaan seperti itu biasanya bisa diselesaikan di sini,” katanya. (*)