SEMARANG (jatengtoday.com) – aktivis buruh di Kota Semarang, Ahmad Zainudin, nekat melakukan aksi “Topo Pepe Nyadong Pocong” selama tiga hari di Bundaran Air Mancur, Jalan Pahlawan Semarang. Aksi yang dimulai Selasa (14/7/2020) hingga Kamis (16/7/2020) tersebut menjadi bentuk keprihatinan sekaligus protes terhadap sikap pemerintah pusat dan DPR RI—yang hingga kini terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law.
Pembahasan RUU tersebut di DPR RI pada minggu ketiga bulan Juli 2020 ini dinilai telah menghianati rakyat, khususnya klaster Ketenagakerjaan. Dalam aksi tersebut, ia bertapa di tepi jalan. Di hadapannya terdapat sebujur mayat berkafan putih sebagai simbol matinya hati nurani dan akal sehat para pejabat pusat dan para anggota DPR.
“Aksi bertapa ini menjadi rangkaian aksi protes sebagai bentuk kekecewaan atas sikap Pemerintah dan DPR RI terhadap RUU Omnibus Law dan menuntut agar menghentikan pembahasan sekaligus membatalkan rencana pembuatan UU tersebut,” ungkap Koordinator Pendamping, Aulia Hakim, Selasa (14/7/2020).
Dikatakannya, dalam banyak kajian isi dari RUU Omnibus Law sangat merugikan rakyat dan mendegradasi aturan perundang-undangan yang sudah berlaku di wilayah Republik Indonesia. “Di samping itu juga melanggar nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 dan Pancasila,” katanya.
Pada klaster ketenagakerjaan, menurut dia, jelas membahayakan buruh beserta keluarganya. Hal itu diakibatkan terhapusnya upah minimum yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) serta memberlakukan upah per-jam di bawah upah minimum.
“Tidak hanya itu, pengurangan nilai pesangon, penggunaan buruh outsourcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus cuti dan menghapus hak upah saat cuti,” bebernya.
Lebih lanjut, kata dia, tindakan pemerintah dan DPR RI dengan tetap melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law adalah perbuatan melawan hukum sekaligus bentuk penghianatan kepada rakyat yang bisa berdampak terganggunya stabilitas nasional.
“Saat ini seluruh buruh di Indonesia sedang melakukan konsolidasi untuk melawan kesewenang-wenangan negara atas rakyat tersebut,” ujarnya. (*)
editor: ricky fitriyanto