in

Tiwul ala Tour de Borobudur, Seperti Gunung Merapi Memuntahkan Lava

Di bagian atasnya, dibuat lebih cekung untuk menaruh toping gula jawa cair. Seolah-olah, gunung itu mengeluarkan lava dari puncak. Tiwulnya ini pun dikenalkan sebagai Tiwul Lava Merapi.

MAGELANG (jayengtoday.com)  – Tiwul atau thiwul, makanan tradisional khas Jawa ini mulai jarang dijumpai di pasaran. Makanan ini terbuat dari singkong yang dicampur parutan kelapa dan gula jawa, kemudian dikukus.

Perpaduan bahan-bahan itu menghasilkan rasa gurih dan legit. Akan lebih enak disantap ketika masih hangat.

Oleh masyarakat masa kini, tiwul dikenal sebagai jajanan pasar. Padahal sebelumnya, tiwul merupakan makanan pokok pengganti beras yang biasa dikonsumsi masyarakat Gunungkidul.

Menariknya, pasangan suami istri, Mura Aristina dan Linda Purwaningsih, justru menangkap peluang usaha dari makanan tiwul yang mulai langka.

Warga Dusun Bumen, Kembanglimus, Borobudur, Kabupaten Magelang, membuat tiwul beraneka rasa. Ada rasa original, gula jawa, gula aren, coklat, keju, coklat keju, gula jawa keju, pisang coklat, kopi gula aren, dan milo. Harga tiwulnya mulai dari Rp 20.000 sampai Rp 28.000 per porsi, tergantung varian rasa.

Mura Aristina bercerita, usaha ini dirintisnya sejak Agustus 2020. Ketika pandemi Covid-19, Mura ingin menambah penghasilannya agar ‘dapur’ tetap ngebul. Dirinya pun kemudian membuat makanan khas asal kampung halaman istrinya, Gunungkidul. Namun, ia dan sang istri mengkreasikan resep tiwul yang berbeda. Ahasil, rasa tiwul buatannya memiliki tekstur lembut, sekalipun dimakan saat dingin.

“Kita buat tiwul ini untuk menyasar segmentasi menengah ke atas,” kata Mura—sapaan akrabnya.

Supaya tiwulnya menarik, ia membentuk menyerupai gunung. Di bagian atasnya, dibuat lebih cekung untuk menaruh toping gula jawa cair. Seolah-olah, gunung itu mengeluarkan lava dari puncak. Tiwulnya ini pun dikenalkan sebagai Tiwul  Lava Merapi.

Karena keunikan rasa dan bentuknya, tiwul buatan Mura dipesan untuk kudapan peserta Tour de Borobudur (TdB), 6 Agustus mendatang. Di puncak acara TdB yang berlangsung di Candi Borobudur itu, Mura juga mengisi stan kuliner.

“Saya beruntung diajak meramaikan TdB. Di sana kita sudah tidak mencari konsumen, karena konsumen sudah didatangkan oleh panitia TdB,” terangnya.

Mura juga mengaku, jika tiwulnya itu pernah dicicipi oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ia juga ingin bergabung di Lapak Ganjar, agar produk tiwulnya makin terkenal. “Beliau beberapa kali mencicipi tiwul buatan saya, dan memberikan kesan yang baik,” imbuhnya bersemangat.

Ia berharap bisa memberikan warna dan keunikan tersendiri di acara TdB. Ia ingin para peserta terkesan dengan tiwulnya. Apalagi, tiwulnya menggunakan bahan-bahan berkualitas. Gula jawanya asli, bukan campuran gula pasir. Sedangkan singkongnya langsung diambil dari Gunungkidul.

Selain di acara TdB, Mura juga sering mendapat pesanan untuk hajatan pernikahan, maupun untuk hidangan para pejabat. Tapi di hari-hari biasa, ia mampu menjual 25 porsi tiwul per hari, bahkan lebih. “Biasanya kalau rombongan wisata sudah pesan dulu, karena proses kukus membutuhkan waktu 12 menit,” jelasnya.

Usaha tiwul ini juga menjadi caranya untuk mengisi kemerdekaan. Selain melestarikan makanan warisan nenek moyang,  tapi juga untuk pemberdayaan masyarakat. Saat ini ia dibantu 4-5 orang karyawan. (*)