SEMARANG – Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang masih terus berupaya mencari solusi yang tepat untuk menangani temuan batu bata kuno yang terpendam di Jalan Gelatik Kota lama Semarang. Struktur batu kuno tersebut ditemukan saat dilakukan penggalian pembangunan drainase Kota Lama.
Diperkirakan, tatanan batu bata kuno tersebut merupakan struktur jalan yang berusia ratusan tahun. Sehingga struktur jalan yang terpendam tersebut termasuk bangunan cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang dan tidak boleh dirusak.
Pihak Pemkot Semarang sendiri memastikan bahwa proses pembangunan sarana-prasarana drainase di Jalan Gelatik tersebut tetap diteruskan atau tidak dihentikan.
“Pembangunan drainase tetap berjalan. Temuan tersebut masih terus kami bicarakan bersama melibatkan berbagai pihak. Karena memang ini kejadian tidak terduga. Masih sedang kami bicarakan,” kata Sekretaris Dinas Tata Ruang Kota (Distaru) Kota Semarang, Irwansyah, Minggu (22/10/2017).
Dikatakannya, pembangunan sarana-prasarana Kota Lama Semarang ini merupakan pengalaman pertama kali menangani pembangunan infrastruktur di kawasan cagar budaya. Hal-hal yang terjadi saat ini tidak diduga sebelumnya. Sebab, kata Irwansyah, Distaru Kota Semarang saat membuat perencanaan pembangunan sarana prasarana di kawasan Kota Lama telah melibatkan para ahli cagar budaya.
“Detail Engineering Design (DED) dibuat tahun lalu sudah melibatkan para ahli cagar budaya. Saat itu, kajian awal juga melibatkan para ahli cagar budaya dan tidak dibahas mengenai kemungkinan adanya struktur jalan di bawah tanah seperti itu. Sehingga sama sekali kami tidak pernah menduga,” katanya.
Meski demikian, Irwansyah menegaskan bahwa proses pembangunan drainase tersebut tetap dilanjutkan. Ia mengakui, proses penggalian tersebut secara otomatis merusak struktur batu bata di dalam tanah tersebut.
“Kami kan juga tidak tahu, dulu kontruksinya seperti apa, salurannya seperti apa. Kalau untuk mengembalikan ke bangunan asli berupa struktur jalan kuno itu saya rasa tidak mungkin lah. Namun tidak menutup kemungkinan nanti akan ada perubahan DED,” tukasnya.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang, Widya Wijayanti mengatakan, seharusnya sebelum melaksanakan perencanaan pekerjaan infrastruktur sarana-prasarana, dilakukan penelitian terlebih dahulu. Hal itu sesuai dengan aturan Undang-Undang (UU) dan Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 1 tahun 2015. “Hanya saja saya tidak tahu, apakah penelitian itu dilakukan (oleh Pemkot Semarang) atau tidak. Namun peraturannya seperti itu,” katanya.
Dia menyayangkan apabila cagar budaya rusak begitu saja, tanpa penanganan. Bahkan saat ini, kondisi temuan tersebut telah mengalami kerusakan. “Itu semua sudah rontok, karena sepanjang Jalan Gelatik Kota Lama sudah dilakukan penggalian. Bagian tengah jalan ini digali untuk dibangun infrastruktur. Seharusnya diadakan waktu untuk membuka bagian pinggir. Karena bagian tengah akan diberi saluran. Kemudian di dua sisi bagian pinggirnya juga,” katanya.
Widya menjelaskan, susunan struktur batu bata tersebut berasal dari masa yang mana, perlu dilakukan penelitian oleh Balai Arkeologi bekerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya. Namun, kata dia, yang jelas struktur tata ruang Kota Lama sejak abad 18 silam tidak berubah hingga sekarang.
“Kalau berbicara Kota Lama telah menjadi kawasan cagar budaya, maka seluruh tata ruang di sana adalah termasuk cagar budaya. Cagar budaya itu tidak hanya berupa gedung, tapi juga jalan, jembatan, dan seterusnya,” paparnya.
Sebelumnya, temuan struktur batu bata tua yang terletak di kedalaman kurang lebih 90 centimeter dari permukaan tanah di sepanjang Jalan Gelatik, Kota Lama Semarang, diperkirakan adalah struktur jalan yang tertimbun sejak ratusan tahun silam. Ada dugaan, struktur jalan ini ada kaitan erat dengan temuan benteng yang ditemukan beberapa waktu lalu, yang juga terpendam di kawasan Kota Lama, tepatnya di Kampung Sleko, Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara oleh tim Balai Arkeologi Yogyakarta. Dalam kurun waktu 2009-2013, sedikitnya ditemukan lima Bastion menyerupai dinding benteng berbentuk mata panah yang posisinya tertimbun tanah.
Lima Bastion tersebut teridentifikasi adalah; Bastion De Smits, Bastion De Zee, Bastion Ijzer, Bastion Hersteller, dan Bastion Amsterdam. Selain itu juga ditemukan satu Bastion kecil yaitu Bastion Ceylon. Tidak hanya itu, juga ditemukan benda-benda kuno yang ditengarai merupakan peninggalan Dinasti Cing abad ke-18. Ada dua jenis keramik, yakni China dan Eropa. Baik logam, keramik Dinasti Cing, tembikar dan tulang belulang. Selain itu, juga ditemukan dua keping uang logam berlogo VOC. (*)
Editor: Ismu Puruhito