SEMARANG (jatengtoday.com) – Ternyata tidak semua orang yang berkunjung ke Goa Kreo Semarang bermaksud untuk berwisata atau melepas penat. Ada segelintir orang yang datang pada dini hari untuk bersemedi, meminta pesugihan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Goa Kreo, Mamit Sumitra, saat ditemui di kantornya, Minggu (20/10/2019). Dia kerap dilapori oleh juru kunci Goa Kreo mengenai praktik tersebut.
“Ada, banyak katanya yang datang malem-malem, minta izin mau semedi. Kebanyakan bilangnya mau berdoa biar dagangannya laris,” ujarnya.
Namun, pihak pengelola menegaskan bahwa kawasan Goa Kreo harus steril dari kegiatan semacam itu. Sebab, saat ini Goa Kreo hanya difungsikan sebagai sebuah tempat wisata.
“Kami melarang keras. Berkali-kali sudah kami ingatkan agar tidak ada semedi atau semacamnya itu. Silakan ke sini kalau mau wisata atau mau berinteraksi dengan monyet,” tegasnya.
Kini, Goa Kreo memang masyhur sebagai destinasi wisata yang di dalamnya terdapat ratusan monyet. Goa Kreo yang berada di Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Semarang, ini masih satu lokasi dengan Waduk Jatibarang yang dibangun pada 2014 silam.
Jika berkunjung pada pagi hingga sore hari, mungkin biasa. Namun, suasana tempat ini di malam hari cukup sepi. Tak ada wisatawan yang berkunjung, penerangannya juga terbatas.
Dalam sejarahnya, Goa Kreo memang bukanlah gua biasa. Goa ini dipercaya sebagai tempat petilasan para penyebar Islam Walisongo disertai dengan legenda kawanan kera ekor panjang.
“Cerita itu mungkin masih melekat di telinga masyarakat. Sehingga ada sebagian yang berpikir bisa dijadikan tempat ngalap berkah. Yang jelas, kami dari pengelola tidak memperbolehkan!,” tegas Mamit. (*)
editor : ricky fitriyanto