SEMARANG (jatengtoday.com) – Sri Mulyati, wanita yang pernah ditahan 13 bulan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan di pengadilan pada tahun 2012 silam, akhirnya mendapatkan uang ganti rugi dari negara pada Selasa (5/3/2019).
Penantian panjang Sri untuk mendapatkan uang ganti rugi dari negara akhirnya berbuah manis. Sri dihubungi Pihak PPA Polrestabes Semarang dan dimintakan untuk datang sehubungan dengan pembayaran ganti rugi tersebut.
Senyum sumringah terlihat dari wajah Sri setelah menerima uang pembayaran ganti rugi dari negara. Meskipun nominal ganti rugi yang diterimanya belum memenuhi rasa keadilan dan tidak mampu untuk menutup semua kerugian baik materiil maupun immateriil yang diderita Sri dan keluarganya selama proses hukum.
Namun, Sri menghormati putusan pengadilan dan menghargai bentuk tanggung jawab dari negara kepadanya.
Direktur LBH Mawar Saron Semarang, Ester Natalya, menerangkan, kasus Sri Mulyati berawal, ketika ia menjadi kasir dan merangkap sebagai resepsionis Karaoke ACC milik Santoso Wibowo, di kompleks Ruko Dargo, Blok D, Kota Semarang. Saat itu (8/6/11), ia terkena razia.
“Sri yang pada saat itu sedang berada di rumah, diminta untuk datang ke Karaoke ACC yang didapati ada anak di bawah umur yang bekerja di Karaoke tersebut. Sri dibawa ke Polrestabes Semarang kemudian dijadikan sebagai satu-satunya tersangka dalam perkara eksploitasi ekonomi terhadap anak dibawah umur,” jelasnya.
Ester melanjutkan, setelah dituding sebagai tersangka, Sri kemudian dinyatakan bersalah melalui putusan Pengadilan Negeri Semarang dan dijatuhkan pidana penjara selama 8 bulan dan denda Rp 2 juta yang apabila tidak dibayarkan diganti kurungan selama 2 bulan.
Atas putusan tersebut, katanya, Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum banding dan Pengadilan Tinggi Semarang memperberat hukuman Sri menjadi 1 tahun 2 bulan dan denda Rp 2 juta. Sri, melalui Kuasa hukumnya LBH Mawar Saron Semarang kemudian mengajukan upaya hukum Kasasi.
Dia sempat ditahan 13 bulan pada saat proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan di pengadilan. Beruntung, akhirnya ia mendapatkan putusan bebas dari Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana putusan Nomor 1176 K/Pid.Sus/2012.
Berbekal putusan bebas yang diperolehnya pada 2012, kata Ester, lantas Sri kembali mengajukan perkaranya ke meja hijau guna mendapatkan haknya atas ganti rugi dari negara. Sebagaimana diatur dalam KUHAP dengan mengajukan Permohan Ganti Kerugian melawan Negara Republik Indonesia.
“Namun pil pahit kembali dirasakan, Sri kembali harus menempuh upaya yang panjang agar bisa mendapatkan haknya, Permohonannya ditolak oleh Pengadilan Negeri,” ungkap Ester.
Sri melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan upaya hukum banding. Setelah proses panjang, hakim di tingkat banding mengabulkan permohonan ganti rugi Sri dan mewajibkan negara untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 5.000.000 serta pengembalian uang denda yang dibayarkan oleh Sri sebesar Rp 2.000.000.
“Tak cukup merasakan rumitnya proses litigasi dalam pokok perkaranya, serta upaya hukumnya untuk mendapat ganti rugi, Sri harus merasakan rumitnya birokrasi negara untuk pembayaran ganti rugi,” keluh Ester.
Mengikuti pengajuan sesuai koridor hukum yang berlaku, perjalanan Sri sempat kandas dan dipingpong kesana kemari untuk menagih utang negara tersebut. Namun, saat ini penantian panjang Sri telah berakhir karena imbalan ganti kerugian yang menjadi haknya telah dibayarkan oleh negara.
Pembayaran ganti rugi Sri Mulyati dilakukan di Polrestabes Semarang dengan didampingi oleh Ester Natalya, Suryono, dan Wilson Pompana dari LBH Mawar Saron Semarang.
Ester menyatakan menghargai upaya negara yang telah memenuhi kewajiban kepada kliennya sebagaimana diperintahkan dalam putusan pengadilan. Meskipun sangat disayangkan di negara hukum ini bahkan untuk hak yang sudah diberikan oleh negara masih harus diperjuangkan agar dapat diberikan.
LBH Mawar Saron Semarang berharap agar para penegak hukum di Indonesia lebih berhati-hati dalam menegakkan hukum dan menetapkan orang sebagai tersangka. “Terlebih dalam menggunakan kewenangan penahanan terhadap seorang tersangka, agar tidak ada lagi ‘korban’ atau Sri Sri yang lain,” tegasnya.
“Dan bagi Para Pencari Keadilan lainnya agar tidak menjadi letih dalam memperjuangkan hak hukumnya dan berbuat baik, karena akan tiba waktunya untuk menuai hasil perjuangan tersebut apabila kita tidak berhenti dan tidak putus asa,” pesannya. (*)
editor : ricky fitriyanto