SEMARANG (jatengtoday.com) – Salah satu kampung tematik di Mijen, Kota Semarang yang diberi nama Kampung Sawah kondisinya dinilai memprihatinkan. Sejumlah fasilitas yang dibangun menggunakan anggaran dari pemerintah, saat ini dalam kondisi tidak terawat.
Sekretaris Komisi A DPRD Kota Semarang, Budiharto saat meninjau Kampung Sawah menyayangkan hal itu. “Kondisinya cukup memprihatinkan, banyak fasilitas yang dibangun menggunakan anggaran pemerintah tak terawat,” katanya, Rabu (18/12/2019).
Kondisi tersebut menunjukkan pendampingan dalam pengelolaan kampung tematik tidak berjalan maksimal. Pihaknya menyadari bahwa ada keterbatasan anggaran untuk kampung tematik. Namun, hal itu justru harus menjadi tantangan dari kecamatan, dan kelurahan untuk berupaya keras menghidupkan dan mengembangkan kondisi yang ada.
“Sebetulnya masih banyak unsur yang bisa menunjang untuk mengembangkan kampung tematik tersebut. Misalnya memaksimalkan pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya.
Pengelolaan kampung tematik diperlukan pendampingan secara berkelanjutan untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat setempat. Artinya, setelah dilaunching tidak bisa dilepas begitu saja. “Semua pihak perlu bekerjasama untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Misalnya bagaimana menggeliatkan kelompok UMKM di wilayah setempat untuk membuka lapak di sekitar lokasi Kampung Sawah tersebut,” katanya.
Lebih lanjut, diperlukan kreativitas dan sinergitas agar terus memunculkan ide dan gagasan baru. Misalanya menyelenggarakan event rutin di kampung tersebut dengan menggandeng Corporate Social Responsibility (CSR). “Prinsipnya bagaimana memaksimalkan potensi daerah untuk dikembangkan agar lebih maksimal,” katanya.
Sejauh ini, lanjut dia, memang sudah dianggarkan di tiga titik kampung tematik di Mijen. Dia meminta agar setiap penganggaran untuk mendukung pengembangan dimaksimalkan dan dipersiapkan secara matang.
Sementara Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Semarang, Sodri menerangkan, kondisi kampung sawah di Mijen tersebut belum sesuai dengan tujuan awal. Ia melihat pengelolaan kampung sawah tersebut belum memiliki konsep yang jelas. “Selama ini hanya ada kegiatan insidental yang terkesan bombastis. Setelah kami tinjau lokasinya ternyata memang kurang terawat dan tidak terkonsep dengan baik,” katanya.
Memang ditemukan sejumlah persoalan dan menjadi kendala. Di antaranya mengenai biaya perawatan yang hanya mengandalkan swadaya masyarakat. Ia melihat, terkait kampung tematik tidak hanya untuk kampung sawah saja. Namun kampung tematik lain pun cenderung memiliki persoalan sama.
“Banyak kampung tematik yang hanya sekedar tema, namun belum mencerminkan ciri khas di wilayah tersebut,” ungkap Sekretaris DPC PKB Kota Semarang itu.
Menurutnya, tidak harus semua kelurahan “dipaksakan” untuk menjadi kampung tematik. Namun kampung tematik idealnya disesuaikan dengan potensi yang ada di masyarakat setempat secara terukur. Itupun diperlukan pendampingan secara berkelanjutan agar kampung tematik tersebut bisa berkembang.
“Misalnya satu kecamatan ada beberapa kelurahan yang menjadi percontohan hingga berhasil. Selanjutnya dikembangkan kampung tematik yang lain,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto