in

Sentuhan Mbak Olif dalam Batik Tulis Warak Sinaran Khas Semarangan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Kalau Anda pemburu produk kerajinan khas Semarangan, tak ada salahnya menengok sebuah perkampungan yang terletak di Jalan Kanfer Utara, Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

Di gang utama, pengunjung akan disambut pemandangan lukisan mural warna-warni, serta hiasan payung di atas gang. Namanya Kampung Tematik Hasta Karya. Hal yang menarik, kreativitas warga di kampung tersebut cukup mampu membuat setiap pendatang ‘manggut-manggut’.

Bagaimana tidak, para ibu rumah tangga kompak melahirkan kreasi aneka ragan kerajinan tangan. Sedikitnya ada 25 ibu rumah tangga memiliki aktivitas membatik. Salah satu produknya diberinama Batik Tulis Warak Sinaran khas Semarangan.

Di balik kreativitas para ibu rumah tangga itu, ada seorang sosok yang menebarkan virus membatik. Dia adalah Siti Kholifah (38), atau akrab disapa Mbak Olif. Melalui sentuhan tangan dinginnya, terciptalah beraneka lembaran kain batik.

“Ada tiga jenis, yakni batik tulis, batik cap, serta kombinasi batik tulis dan cap. Sedangkan untuk motifnya sangat beragam. Kalau batik tulis ini nama motifnya Warak Sinaran,” kata Mbak Olif.

Di dalam motif tersebut memuat lukisan Warak Ngendhog yang merupakan ikon di Kota Semarang. “Sebetulnya itu hewan khayalan, tetapi memuat filosofi aneka ragam budaya di Kota Semarang. Warag Ngendhok melambangkan sejumlah etnis yang hidup aman dan rukun di Kota Semarang. Pesan kerukunan inilah yang kami sampaikan kepada masyarakat melalui karya batik,” katanya.

Ia memproduksi batik tersebut di rumahnya. Setiap saat, Mbak Olif bersama para perajin batik yang lain selalu berupaya melakukan inovasi motif agar tidak ketinggalan zaman. “Perlu banyak berkreasi. Kalau mandek, pasti tinggalkan pembeli. Maka kami terus mengeksplorasi, menggabungkan dengan motif geometris, motif abstrak, dan lain-lain,” katanya.

Tetapi yang pasti, kreasi tersebut tidak keluar dari konteks batik khas yang memuat budaya Semarangan. “Saya mulai produksi batik sejak 2007. Tapi baru menularkan virus membatik ke temen-temen baru 2012 lalu,” katanya.

Dia mengakui, membatik membutuhkan proses panjang. Mulai dari pemilihan bahan baku yang berkualitas hingga proses pola canting dibutuhkan keuletan dan ketelitian penuh. Bahkan proses pembuatan batik membutuhkan waktu cukup lama, tergantung tingkat kerumitan motif. Ada yang butuh waktu 2-3 bulan untuk batik tulis.

Maka jangan heran jika harga batik tulis terbilang mahal. “Mengenai harga sangat beragam, mulai harga Rp 100 ribuan hingga jutaan. Jenis batik tulis cenderung lebih mahal, mulai dari Rp 350 ribu. Untuk batik tulis, termahal mencapai Rp 5 jutaan, bisa lebih. Kami sering mendapat pesanan,” katanya.

Saat ini, kelompok pengrajin batik di Kelurahan Pedalangan, Banyumanik, Kota Semarang, sebanyak 25 pengrajin. Untuk pengembangan, kelompok pengrajin batik ini disupport oleh Dinas Perindustrian Kota Semarang dan mendapat bantuan dari dana aspirasi salah satu anggota DPR RI.

“Saya juga mengajar pelatihan membatik bagi warga yang berminat,” katanya.

Selain batik, juga ada produksi kerajinan tangan yang dihasilkan oleh warga lain di kampung tersebut. Kurang lebih 30 pengrajin menghasilkan produk kerajinan tas makrame, dompet, sarung bantal sulam pita dan lain-lain. (*)

Editor: Ismu Puruhito

Abdul Mughis