in

Rute Tumpang Tindih, Koridor III Trans Jateng Dianggap Tak Efektif

SEMARANG (jatengtoday.com) – Rencana peluncuran Bus Rapid Transit (BRT) Trans Jateng Koridor III dengan rute Semarang-Kendal menuai polemik. Sebab, rute yang ditetapkan bakal tumpang tindih dengan rute Trans Semarang.

Hal itu dinilai tidak efektif dan tidak tepat. Bahkan pihak Trans Semarang mengaku tidak pernah dilibatkan untuk koordinasi penetapan rute. “Dalam perencanaan, kami sama sekali tidak pernah diajak duduk bareng untuk penyusunan rute Trans Jateng Koridor III ini,” kata Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang, Ade Bhakti Ariawan, Selasa (13/8/2019).

Dikatakannya, rute Trans Jateng dan Trans Semarang seharusnya bisa terintegrasi semua simpul di perbatasan Kota Semarang dengan kabupaten lain. “Mengapa tidak disambung saja dari simpul perbatasan tersebut, supaya cakupan pelayanan transportasi umum ini bisa sampai ke wilayah yang lebih luas. Sehingga banyak masyarakat menikmati transportasi ini,” katanya.

Sehingga tak hanya sekadar berpikir melayani buruh dari Kendal ke Kawasan Industri Wijaya Kusuma saja. “Trans Semarang sendiri sudah melayani rute dari Terminal Mangkang hingga masuk ke gerbang Kawasan Industri Wijaya Kusuma. Sebenarnya bisa saja kok kalau saja ada komunikasi yang baik untuk kolaborasi. Jangan kemudian demi satu kebijakan, demi mengedepankan satu pelayanan, kemudian tidak mengindahkan apa yang sudah ada,” katanya.

Lebih lanjut, kata Ade, soal tarif bisa saja diintegrasikan dalam rute tersebut. Penumpang dari Kendal bisa naik Trans Jateng kemudian turun di Terminal Mangkang untuk berpindah ke Trans Semarang kemudian dilanjutkan ke arah Kawasan Industri Wijaya Kusuma. “Kemudian di Kawasan Industri Wijaya Kusuma kenapa tidak disediakan saja shuttle untuk melayani pekerja ini, toh pergerakan pekerja kan tidak sepanjang hari sepanjang waktu,” katanya.

Dikatakannya, Organda Kota Semarang juga memberikan statement bahwa mereka belum diajak diskusi terkait hal ini. “Kan lucu kalau tidak ada koordinasi. Memang, Trans Jateng di bawah pengelolaan Pemprov Jateng. Kota Semarang juga bagian dari Jawa Tengah. Tapi perlu duduk bareng, jangan hanya mengikuti apa kata konsultan kaitan perencanaan. Bisa jadi ada hal yang memang belum dikaji oleh tim. Khususnya dampak-dampak terhadap kondisi existing,” bebernya.

Ade mencontohkan, pengalaman pada
2017 silam. Ketika itu diluncurkan Trans Jateng rute Bawen-Tawang. Apakah sebelumnya sudah dihitung dan dipertimbangkan efek berhimpitannya dengan Trans Semarang hingga 90 persen lebih. “Saya kira hal itu tidak dikaji secara matang. Dampaknya terhadap kami adalah penurunan jumlah penumpang. Tentunya berimbas pada pendapatan dari sektor tiket di Koridor 2. Sampai-sampai tiga bulan setelah operasional Trans Jateng 2017 lalu, karyawan kami telat menerima gaji karena menurunnya pendapatan. Apakah mau terulang lagi?” katanya.

Dia menjelaskan, Trans Semarang saat ini dikelola oleh Badan Layanan Umum UPTD, artinya ada beberapa pos anggaran salah satunya gaji karyawan yang dibackup dengan anggaran BLU. “Anggaran itu harus kami cari dari sektor tiket. Bukan mengandalkan APBD. Ini prinsip yang kami pegang untuk berupaya meningkatkan kemandirian BLU sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah supaya tidak banyak tergantung dengan APBD. Ini yang tidak banyak orang tahu bahwa pelayanan kami berbanding lurus dengan sehat tidaknya keuangan kami,” katanya.

Lebih lanjut, kata Ade, memang ada pengamat yang berpendapat bahwa transportasi publik yang disubsidi jangan berorientasi kepada pendapatan. Tapi perlu diketahui bahwa prinsip kemandirian tidak bisa lepas dari Badan Layanan Umum Trans Semarang ini. “Diharapkan terus dijaga dan ditingkatkan seiring sejalan dengan peningkatan kualitas layanan itu sendiri. Ini yang pengelola Trans Jateng belum rasakan, karena pengelola Trans Jateng saat ini bukan Badan Layanan Umum seperti kami Trans Semarang,” katanya.

Kota Semarang, lanjutnya, menjadi bagian tidak terpisahkan dari Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Dia berharap Dinas Perhubungan Provinsi Jateng selaku pengelola Trans Jateng ini bisa mengkaji ulang terkait rute Trans Jateng Koridor III. “Sehingga bisa ditemukan win win solution. Tidak banyak pihak yang terdampak, tapi justru banyak pihak itu bisa berkolaborasi membangun suatu sistem transportasi yang lebih baik,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Kadarlusman, menilai rute baru Trans Jateng Koridor III itu tidak efektif. “Sepanjang jalur Terminal Mangkang hingga KIW sudah ada jalur BRT Trans Semarang Koridor I. Karena memiliki jalur sama, dikhawatirkan operasional tidak efektif, malah muncul masalah baru,” katanya.

Dia meminta agar BRT Trans Jateng dan Trans Semarang berkolaborasi. Apalagi keduanya merupakan layanan transportasi umum dari pemerintah. “Maksud Trans Jateng meluncurkan Koridor III, mungkin karena sebagian besar karyawan di Kawasan Industri Wijaya Kusuma merupakan warga Kaliwungu, Kendal. Jadi sekali naik, bisa langsung tiba di tempat bekerja tanpa harus berhenti-berhenti,” ujarnya.

Sementara itu, Kasi Operasional Balai Transportasi Jateng, Joko Setyawan mengatakan, direncanakan ada 14 bus ukuran sedang di Koridor III tersebut. Saat ini dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta penunjukkan operator pengelola koridor.
”Kalau tidak ada halangan, pada pertengahan Oktober atau awal November, koridor ini akan diluncurkan,” ujarnya.

Koridor III ini menetapkan rute Terminal Bahurekso, Kendal masuk ke Terminal Mangkang, kemudian berputar di Kawasan Industri Wijaya Kusuma.
Bus tetap masuk ke Terminal Mangkang karena menjadi simpul, dan pergantian armada.
‘’Tapi untuk tahap awal, dari Terminal Mangkang-Wijaya Kusuma kami tidak menaikkan penumpang. Kami masih terus berkoordinasi dengan Trans Semarang yang sudah punya koridor di jalur tersebut. Integrasi tentu tetap akan dilakukan sebagai angkutan masal milik pemerintah,’’ kata dia. (*)

editor : ricky fitriyanto