in

Radikalisme Masih jadi Ancaman, Masyarakat Diminta Waspada

Sikap intoleransi hanya akan membawa dampak negatif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Kepala Kesbangpol Kabupaten Magelang, Humanita dalam kegiatan pembekalan dan sosialisasi menangkal paham radikal dan intoleransi di Ponpes Darul Amanah Dusun Ponggol, Tamanagung, Muntilan, Kabupaten Magelang. (foto: istimewa)

MAGELANG (jatengtoday.com) – Radikalisme atau paham radikal dan intoleransi masih menjadi ancaman di tengah masyarakat. Jika tidak dicegah sejak dini, perpecahan berpotensi terjadi.

Kepala Kesbangpol Kabupaten Magelang, Humanita mengingatkan bahwa sikap intoleransi hanya akan membawa dampak negatif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Mengingat berpotensi munculnya perpecahan bangsa yang terjadi karena konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

“Itu akan terjadi konflik ras, antarsuku, atau agama sehingga akan mengalami kemunduran suatu bangsa dan negara, karena pemerintah sulit membangun kebijakan. Pasalnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat kurang,” kata Humanita dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (30/3/2022).

Hal itu menjadi pembahasan dalam kegiatan pembekalan dan sosialisasi dalam rangka menangkal paham radikal dan intoleransi di wilayah Kabupaten Magelang yang berlangsung di Ponpes Darul Amanah Dusun Ponggol Kelurahan Tamanagung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang, belum lama ini.

Untuk itu, Humanita mengimbau agar masyarakat mewaspadai aliran radikal yang memiliki paham ekstrem dan intoleransi. Terlebih lagi paham yang diajarkan cenderung ingin mengubah idelogi negara, Pancasila.

Dia menambahkan, beberapa cara yang bisa dilakukan guna menghindari sikap intoleransi misalnya dengan tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan dan budaya tertentu.

“Selain itu, sikap intoleransi bisa dihindari dengan tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain, peduli terhadap lingkungan sekitar dan tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku bangsanya lebih baik serta tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan,” katanya.

Humanita mengemukakan, munculnya sikap intoleransi disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya pandangan keagamaan sektarian, populisme agama, politisi yang memanfaatkan agama.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Magelang, KH Drs. Hamami menuturkan kegiatan aliran radikal biasanya memiliki paham ekstrem berdasarkan agama atau non agama yang ingin berganti paham di luar prosedur yang disepakati.

Dia mencontohkan HIzbut Tahrir Indonesia (HTI) yang ingin mengubah ideologi negara, Pancasila. Diketahui Hizbut Tahrir Indonesia sudah dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017.

Selain itu, kelompok yang menghendaki hukum yang berlaku sesuai hukum Islam. Misalnya kelompok Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang patut diwaspadai ajarannya.

Sementara, eks napiter, Choirul Ihwan mengungkapkan bahwa doktrin yang dibangun oleh kelompok-kelompok ekstrem di antaranya meragukan keislaman masyarakat umum, menganggap kelompoknya paling besar dan kelompok lain sesat, serta menggabungkan wilayah fikih ke dalam akidah.

“Doktrin lainnya menganggap bahwa NKRI dan Pancasila diyakini sebagai thogut dan menganggap demokrasi sebagai syirik. Yang ekstrem lagi pengurusan identitas kenegaraan dan pajak dianggap sebagai bukti kekafiran,” ujarnya.

Untuk keluar dari doktrin kelompok ekstrem tersebut, dirinya kemudian selalu berfikir positif tentang keluarga.

”Jangan juga pernah meragukan kasih sayang keluarga. Dan sekarang saya juga berhati-hati dalam pertemanan di medsos termasuk dalam menerima informasi yang ada,” tuturnya.

Kegiatan ini juga dihadiri dari Muspika Muntilan, penyuluh Agama Islam Kemenag Kabupaten Magelang, mahasiswa BEM IMM Universitas Muhammadiyah Magelang, ormas keagamaan NU dan Muhammadiyah, dan tokoh masyarakat di Tamanagung. (*)