SEMARANG (jatengtoday.com) – Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Unissula Semarang, Mila Karmilah menyebut, Proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak telah menabrak rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Menurutnya, RTRW sudah dibuat pada 2011–2031. Kemudian pada 2009 barulah keluar RTRW hasil revisi yang memasukkan tanggul dan tol laut, sebagai salah satu rencana yang mengikuti proyek strategis nasional.
“Artinya, akan banyak proyek strategis yang itu akan menabrak rencana tata ruang. Padahal kalau kita tahu, semangat dari rencana dari tata ruang itu adalah membangun secara berkelanjutan dan harmonis,” jelasnya.
Dia menjelaskan, berkelanjutan ini berarti pembangunan harus bisa dinikmati sampai dengan generasi yang akan datang. Adapun harmonis berarti tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan atau terpinggirkan sebagai dampak dari pembangunan.
Mila juga mempertanyakan apakah proyek yang membentang di dua daerah tersebut sudah melibatkan masyarakat atau belum. Ataukah hanya sampai di tim peneliti dan koorporasi saja.
“Apakah sudah mendengar suara-suara nelayan yang akan terdampak langsung proyek itu. Ini harus diselesaikan sebelum proyek dilanjutkan,” imbuhnya.
Apalagi, katanya, banyak nelayan yang hanya sebatas nelayan buruh, bukan majikan. Mereka tidak punya akses terhadap modal. Tentu hal itu akan sangat terasa dampaknya.
Proyek Harus Mengakomodir Kepentingan Publik
Berdasarkan basic desain disebutkan, proyek ini bakal menutup dua muara sungai yang kondisinya sudah rusak. “Apakah karena rusak kemudian solusinya itu ditutup?” tanya Mila.
Dalam peta prediksi genangan Kota Semarang tahun 2010-2030 terlihat bahwa genangan semakin mengarah ke wilayah kota. Sehingga, dimungkinkan dengan ditutupnya muara kemudian ditanggul, bisa semakin menenggelamkan kota.
Dijelaskan, dalam perencanaan itu ada kepentingan publik. Setiap perencanaan dibutuhkan jaminan keamanan, kenyamanan, efisiensi, serta equity (persamaan).
“Tidak boleh kita membangun dengan hanya mengakomodasi kepentingan orang-orang yang kebetulan mempunyai modal,” kritik Mila.
Rencana Tata Ruang itu Politis
Menurut Mila, dalam rencana tata ruang tidak bisa dilepaskan dari aspek politik. “Jangan dikira politik itu hanya politik praktis. Pada saat rencana tata ruang di sana ada kegiatan politis karena berkaitan dengan kebijakan,” ungkapnya.
Setiap kebijakan ada yang membuat. Harusnya, pihak tersebut mengetahui rencana tata ruang. “Kalau tidak, maka yang terjadi adalah akumulasi dari modal,” kritiknya.
Sementara itu, Dosen Teknik Sipil Unissula sekaligus orang yang ikut terlibat dalam perencanaan Proyek Tol dan Tanggul Laut, Muh Faiqun Ni’am menegaskan, proyek ini murni bertujuan untuk kemaslahatan bersama.
Proyek yang di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini berangkat dari adanya berbagai persoalan.
Dia menyebutkan seperti terjadinya banjir dan rob di Jalan Pantura yang menghubungkan Kota Semarang dan Demak, sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Permasalahan itu akhirnya mengganggu kegiatan perekonomian.
“Yang juga menjadi latar belakang proyek ini adalah rencana Tol Semarang-Demak. Sehingga ini merupakan proyek gabungan antara tol dan tanggul laut,” jelasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto