in

Penyebab Proyek SORR Mogok, Begini Penjelasan BPN

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pembebasan lahan pada proyek pembangunan Semarang Outer Ring Road (SORR) terkatung-katung karena tersendat minimnya anggaran. Hal itu membuat proyek tersebut selalu gagal direalisasikan.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang mengaku pembebasan lahan SORR mandek. “Ibarat orang naik motor itu kuncinya kan harus ada bensin. Nah, sama, pembebasan lahan harus ada anggaran. Kami hanya fasilitator, kalau ‘bensinnya’ (anggaran pembebasan lahan) tidak ada kan bagaimana berjalannya? Ya mogok di jalan,” kata Kepala Seksi Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang, Wibowo B Suharto, Sabtu (12/9/2020).

Dikatakannya, proses pembebasan lahan di proyek SORR tersebut sempat berjalan, namun kembali terhenti karena terkendala anggaran. Pihaknya sejauh ini mengaku belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai kelanjutan pembebasan lahan SORR.

“Belum ada tindak lanjut karena masih menunggu penganggaran selanjutnya di Pemkot Semarang. Nanti Pemkot Semarang diserahkan ke OPD mana, kalau mau diteruskan regulasinya seperti apa. Kajian-kajiannya seperti apa, kan gitu,” ujarnya.

Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso sebelumnya mendesak Pemkot Semarang untuk serius merealisasikan proyek SORR tersebut. Sebab, keberadaan jalur lingkar Semarang mendesak untuk solusi kemacetan lalu-lintas di Kota Semarang.

“Sudah berkali-kali dianggarkan, tapi tidak pernah terlaksana. Saat ini dianggarkan lagi, Pemkot Semarang harus serius untuk merealisasikan proyek SORR tersebut,” ungkapnya.

Skala Prioritas

Dia mendorong agar proyek SORR tersebut menjadi prioritas. Penganggaran saat ini untuk biaya pembebasan lahan di wilayah Mangkang-Mijen.

“Kami dorong untuk itu. Kalau tidak terlaksana, kan menjadi Silpa (Sisa Lebih Penghitungan Anggaran). Nah, ini kan dianggarkan lagi. Kalau sudah dianggarkan, ya pemerintah harus serius,” katanya.

Dia menilai, keberadaan SORR ini sangat penting. Selain sebagai solusi untuk mengurai masalah kemacetan lalu-lintas yang semakin padat, SORR juga mendorong roda pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pusat keramaian. “Hal tersebut harus menjadi perhatian serius, skala prioritas,” katanya.

Sejauh ini, lanjut dia, proses pengukuran lahan telah dilakukan. Namun tidak pernah tuntas, sehingga waktunya habis dan anggaran tersebut dikembalikan ke Kasda menjadi Silpa. “Pembebasan lahan harus segera dilanjutkan,” ujarnya.

Anggaran Terbatas

Kepala Bidang Binamarga Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, Saelan menyebut sejauh ini pembebasan lahan SORR belum ada 10 persen. “Untuk pembebasan lahan SORR kurang lebih membutuhkan anggaran Rp 350 miliar. Baru terbayarkan kurang lebih Rp 10 miliar,” katanya.

Sedangkan anggaran Pemkot Semarang terbatas dan dibagi-bagi untuk pekerjaan proyek lain. Selain terkendala anggaran, lanjutnya, kendala sengketa administrasi lahan warga juga membutuhkan waktu cukup lama. “Misalnya lahan tersebut telah dijual ke orang lain dan dibalik nama,” katanya.

Proyek SORR sebetulnya telah direncanakan sejak 2010 silam, tepatnya pada masa pemerintahan Wali Kota Sukawi Sutarip. Di masa kepemimpinan Wali Kota Hendrar Prihadi, proyek ini kembali diangkat, namun tidak terealisasikan.

Dalam Detail Engineering Design (DED) SORR, terdapat dua outer yakni Trase Mangkang-Mijen (Ring Road Selatan) dan Trase Mangkang-Arteri Utara (Outer Ringroad Barat-Selatan). Di dua outer tersebut, melintasi wilayah sebanyak 15 kelurahan. Trase Mangkang-Mijen, yakni dimulai dari depan Terminal Tipe A Mangkang, kemudian menyusur ke Selatan hingga ke Mijen. Panjangnya 10 kilometer. (*)

editor : tri wuryono