SEMARANG (jatengtoday.com) – Seringkali kita menemui kondisi jalan rusak dan dibiarkan oleh pemerintah. Tak jarang pula jalan rusak itu mengakibatkan kecelakaan hingga menelan korban jiwa.
Ternyata, pejabat pemerintah yang bertanggung jawab, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bisa dikenakan sanksi pidana apabila terbukti membiarkan jalan rusak hingga mengakibatkan korban kecelakaan.
“Penyelenggara jalan wajib memperbaiki jalan yang rusak serta memberikan tanda atau rambu untuk mencegah terjadinya kecelakaan,” kata Pakar Transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, Minggu (9/12/2018).
Dikatakannya, sesuai ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Hal itu tercantum dalam Pasal 24 Ayat (1) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Selanjutnya, Pasal 24 Ayat (2), dalam hal belum dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan,” katanya.
Apabila jalan yang rusak tersebut belum bisa dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu jalan. Hal itu untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.
“Ada ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan yang mengabaikan terhadap kerusakan jalan sesuai wewenangnya,” bebernya.
Kemudian pada Pasal 273 menyebutkan bahwa setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan rusak hingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, maka penyelenggara jalan bisa dikenai sanksi pidana.
“Apabila menimbulkan korban luka ringan atau kerusakan kendaraan, dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta,” katanya.
Selanjutnya, apabila mengakibatkan luka berat, penyelenggara jalan bisa dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. “Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta,” katanya.
Lebih lanjut, penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu jalan yang rusak dan belum diperbaiki, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) bisa dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 juta.
“Maka berdasarkan ketentuan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 273 tersebut, jika masyarakat menjadi korban akibat jalan rusak ada peluang untuk menuntut pemerintah atau penyelenggara jalan,” katanya.
Menurutnya, Pasal 273 ini dimaksud oleh UU untuk memberikan pelajaran kepada pemerintah agar bertanggung jawab atas kualitas sarana prasarana jalan. “Tentunya untuk menciptakan lalu lintas masyarakat yang baik, tahan lama serta aman,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto