SEMARANG (jatengtoday.com) – Pameran tunggal Fiya Ardia bertajuk “Jiwa” mempersembahkan 25 lukisan abstak. Karya tersebut dipamerkan di TAN Art Space, Kota Semarang pada 28 Juli hingga 9 Agustus 2024.
Karya-karya abstrak yang dipajang antara lain lukisan berjudul “Abadi” dengan latar warna kuning dan figur abstrak hasil pencampuran keindahan biru, ungu, dan putih.
Ada pula lukisan berjudul “Mimpi”, “Rasional”, “Tertutup”, dan lain sebagainya yang masing-masing memiliki karakter dan menyiratkan makna tersendiri.
Fiya yang mengawali kerja kreatif di Bandung ini berharap lukisannya bisa menjadi media healing bagi penikmatnya.
“Makasih untuk semua yang membantu terwujudnya pameran ini. Semoga lukisan saya dapat berguna bagi banyak orang, healing melalui lukisan,” ujar Fiya saat membuka pameran, Minggu (28/7/2024) sore.

M. Salafi Handoyo selaku kurator mengatakan, ketertarikannya terhadap karya Fiya lantaran semua lukisan yang dipamerkan ini tercipta dari proses residensi atau pindah tempat berkesenian.
“Fiya ini seniman yang tinggal di Badung dan Jakarta, tapi untuk karya yang dipamerkan di sini semua diselesaikan di Semarang,” ujar kurator yang karib disapa Ridho.
Residensi seni ke tempat dengan kondisi geografis dan belakang budaya berbeda, memungkinkan terjadinya pertukaran ide, pengalaman, dan menghasilkan karya yang istimewa.
“Kerja seniman yang melalui residensi dan riset itu tidak banyak orang yang mampu melakukan. Dan Fiya membuktikan kemampuan itu,” imbuhnya.

Pemerhati seni budaya dan komunitas, Agus S Winarto menilai, program resisdensi seni menarik jika bisa diadakan secara rutin. Karena Semarang memiliki banyak potensi kebudayaan, sehingga seniman melalui kemahiran berkeseniannya bisa mengelola berbagai gagasan kreatif berdasarkan warisan budaya lokal.
“Melalui resisdensi, ekosistem kerja seni skala lokal, nasional, dan internasional bisa dikembangkan,” paparnya.
Pameran Fiya dihadiri tamu undangan dari berbagai kota dan dibuka oleh Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Mualim. “Ini luar biasa, patut diapresiasi,” puji Mualim. (*)
editor : tri wuryono