SEMARANG (jatengtoday.com) – Pernyataan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang menyampaikan isu rumah sakit mengcovidkan pasien meninggal belakangan ini, mendapat kritikan keras dari Komisi Informasi Jawa Tengah.
“Moeldoko dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo harus bijak dan hati-hati saat menyampaikan statement. Jangan malah justru memperkeruh isu yang belum jelas sumbernya,” kata Komisioner Komisi Informasi Jawa Tengah, Zainal Abidin Petir, Minggu (11/10/2020).
Dikatakan Zainal, mestinya mereka mencari dulu duduk permasalahannya, bukan langsung buru-buru disampaikan ke publik. “Kalau seperti ini justru menimbulkan persepsi yang berdampak penurunan kepercayaan masyarakat, juga mendiskreditkan serta membuat gelisah tenaga kesehatan dan rumah sakit. Mereka merasa tidak mengcovidkan, tapi isu yang belum benar itu berkembang makin liar,” kata Zainal.
Ditambahkannya, Kepala KSP merupakan jabatan yang dikukuhkan dengan Pepres 83 Tahun 2019 tentang KSP. Fungsinya memberikan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis.
“Seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat supaya tidak gaduh. Artinya, masyarakat diberi pemahaman dan RS dibikin nyaman supaya penanganan pandemi Covid-19 bisa tertangani secara efektif, efisien dan berstandar,” bebernya.
Rumah Sakit dan dokter, menurutnya, tidak akan gegabah mengcovidkan pasien. “Tidak ada celah. Mereka sangat clear. Mereka itu menjalankan perintah Terawan, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) 413 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, yang mengatur tata laksana pasien kasus Suspek, Probable dan Konfirmasi,” katanya
Selain itu juga berdasarkan KMK 446 Tahun 2020 tentang Juknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Infeksi Emerging bagi RS yang menyelenggarakan pelayanan Covid 19. Misalnya kasus Suspek, ada ISPA, batuk, pilek, nafas sesak, selama 14 hari sebelumnya kontak dengan orang konfirmasi Covid kemudian meninggal. Atau kasus probable ISPA berat meninggal dengan gambaran klinis menyakinkan Covid-19 dan belum ada pemeriksaan Swab Lab PCR, maka diperlakuan ketentuan sebagai meninggal Covid walaupun bukan Covid.
“Jadi, sambil menunggu hasil lab, jenazah dipeti dan dimakamkan pihak RS, itu protocol Covid. Kan tidak mungkin menunggu hasil lab PCR yang kadang baru terbaca rata-rata 1 hingga 3 hari, padahal jenazah harus segera dimakamkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Zainal meminta Moeldoko dan Ganjar mencari solusi supaya laboratorium Biomolekuler PCR diperbanyak di daerah-daerah biar rumah sakit cepat mengeluarkan hasil pemeriksaan PCR, apakah konfirmasi Covid atau tidak, cukup 4-6 jam.
“Coba Moeldoko dan Ganjar nambah kuota pemeriksaan, yang biasanya 2 shift menjadi 3 shift, misalnya. Juga menambah SDM baik itu dokter, analis maupun tenaga adminsitrasi. Tentunya harus siapkan anggaran lebih besar juga,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Moeldoko dan Ganjar Pranowo di Semarang, Kamis (1/10/2020) lalu, membahas sejumlah hal terkait penanganan Covid-19 dan isu yang berkembang tentang rumah sakit yang dituding mengcovidkan pasien meninggal untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Mereka sepakat meminta pihak rumah sakit bersikap jujur mengenai data kematian pasien agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Statement mereka menjadi polemik dan gaduh, Ketua Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Kuntjoro Adi Purjanto, dan Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi ramai-ramai membantah.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang Moch Abdul Hakam membantah tudingan mengenai rumah sakit “mengcovidkan” semua pasien meninggal.
“Teman-teman di rumah sakit Kota Semarang Insyaallah tidak ada yang meng-covid-kan pasien. Karena sesuai bunyi di PMK, ada kata-kata “Suspect”, “Probable”. Probable itu kan swabnya belum keluar. Suspect, Probable, kalau dia meninggal, maka pemulasarannya harus memakai protokol Covid-19. Apakah itu salah? Kan kita sesuaikan dengan PMK,” ujarnya.
Hakam justru menyayangkan bila ada orang meminta surat kematian Covid-19. “Malah sekarang ini kalau ada yang meninggal karena ada tunjangan Rp 15 juta dari Dinas Sosial Jateng, orang ramai-ramai minta surat keterangan kematian (Covid-19),” katanya.
Dia meminta masyarakat untuk bijak dalam menghadapi situasi pandemi ini. “Mari kita bijak, kasihan teman-teman tenaga medis selalu dipojokkan. Selalu dikira bisnis. Mereka ini sudah luar biasa, kasus Covid-19 sudah menurun drastis,” ujarnya. (*)
editor: ricky fitriyanto