SEMARANG (jatengtoday.com) – Sebuah perkampungan padat penduduk di Kelurahan Wonodri, Semarang Selatan, Kota Semarang ternyata menyimpan sederet misteri yang hingga kini belum terjawab.

Kampung ini meninggalkan sejumlah jejak situs kuno, diantaranya dua sumur tua (di Wonodri Grajen dan Wonodri Sendang), sendang mata air, dan dua makam tokoh bernama Rukminah dan Rukmini. Di dalam sebuah sumur dipercaya tersimpan benda pusaka milik tokoh pendiri Kota Semarang Ki Ageng Pandanaran II.
Cerita mengenai keberadaan benda pusaka tersebut dipercaya masyarakat setempat turun temurun. “Seorang tokoh sesepuh, almarhum Eyang Subari pernah menulis sebuah catatan yang dibukukan (tidak dipublikasikan) secara sederhana mengenai sejarah kampung Wonodri,” kata Ketua RW 5, Kelurahan Wonodri, Semarang Selatan, Tri Siswanto (52).
Tokoh sesepuh kampung yang turut menularkan cerita turun-temurun adalah Mbah Marto. Selain pernah menjabat lurah di zaman kolonial Belanda, Mbah Marto merupakan juru kunci makam Mbah Rukminah dan Mbah Rukmini.
“Makam keduanya hingga saat ini berada di bawah pohon angsana di Jalan Wonodri Sendang VI RT 8 RW 5. Banyak jejak di Wonodri yang memiliki kisah panjang,” katanya.
Siapa tokoh Mbah Rukminah dan Rukmini? Siswanto menjelaskan keduanya merupakan adik tiri (adik sama ayah) dari Sunan Pandanaran II, Bupati pertama di Semarang sekaligus tokoh pendiri Kota Semarang. Tepatnya, di belakang rumah yang terletak di Jalan Singosari 14/16 terdapat sumur kuno. “Namun sekarang, sumur kuno tersebut telah ditutup (bukan ditimbun),” katanya.
Di dalam sumur kuno tersebut, lanjutnya, dipercayai tersimpan benda-benda pusaka bersejarah milik Sunan Pandanaran II yang dititipkan kepada Rukminah dan Rukmini.
“Sewaktu Ki Ageng Pandanaran II meletakkan jabatan sebagai Bupati Semarang, kemudian diganti adiknya yakni Ki Ageng Pandanaran III, sejumlah benda pusaka milik Ki Ageng Pandanaran II dititipkan kepada Rukminah dan Rukmini,” bebernya.
Ki Ageng Pandanaran II yang juga murid Sunan Kalijaga tersebut kemudian menjadi tokoh penyebar agama Islam sebelum akhirnya namanya dikenal dengan sebutan Sunan Bayat. Makamnya berada di Bukit Jabalkat Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah.
“Kampung Wonodri memiliki sejarah erat dengan tokoh pendiri Kota Semarang,” katanya.
Wonodri Sendang yang saat ini menjadi permukiman padat penduduk dulunya adalah bekas makam Cina dan Bong. “Bahkan sebagian besar rumah warga yang saat ini berdiri di Wonodri Sendang didirikan di atas tanah kuburan kuno,” imbuhnya.
Jejak Bong kuno di antaranya pohon besar di Wonodri Grajen, pohon Angsana di Wonodri Sendang, serta gapura kuno yang merupakan pintu masuk ke wilayah Bong berada di dekat SMA Sultan Agung 01.
“Dinamakan Wonodri Sendang, karena wilayah ini memiliki sumber mata air yang disebut sendang, yakni di sebelah barat RS Roemani,” katanya.
Makam Rukminah dan Rukmini seringkali dikunjungi beberapa orang untuk ziarah. Bahkan pengunjung makam tersebut tidak hanya orang Semarang, tapi orang dari luar daerah.
“Bahkan Mantan Presiden Soeharto saat masih menjabat sebagai Pangdam IV/Diponegoro sering melakukan ritual di Kampung Wonodri. Sering melakukan ritual kungkum atau berendam di Sendang Wonodri,” bebernya.
Kala itu, Soeharto memiliki penasehat spiritual bernama Romo Diyat. “Tiap malam 1 Suro berendam dan berkeliling wilayah Wonodri, kemudian belanjut di tempat yang sekarang dikenal dengan Tugu Soeharto,” ungkap Siswanto.
Namun Sendang Wonodri yang terletak di RT 1 RW 5 Jalan Wonodri Sendang Raya tersebut saat ini dalam kondisi memprihatinkan. Sendang itu kehilangan mata air karena di sekitar lokasi dibangun gedung rumah sakit. Airnya tampak keruh karena menjadi tempat pembuangan air got dari permukiman warga. (*)
editor : ricky fitriyanto