in

Konsumsi Pangan Diperkirakan Meningkat 5 Persen saat Nataru

SEMARANG (jatengtoday.com) – Tingkat konsumsi di Jateng diprediksi meningkat hingga 5 persen saat Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendatang. Jateng pun mempersiapkan agar seluruh kebutuhan pangan terpenuhi. Termasuk mengantisipasi lonjakan harga.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jateng, Agus Suryanto menjelaskan, sejumlah komodoti dipastikan mengalami surplus. Hingga Nataru, pihaknya optimistis, ketersediaan pangan lebih besar dari tingkat konsumsi. Bahkan Jateng siap menyuplai daerah lain jika ada permintaan.

“Kami menjamin agar setiap individu masyarakat di Jawa Tengah tidak kekurangan pangan. Pendekatannya bukan hanya pada kelompok maupun kepala keluarga, tapi individu,” jelasnya, Selasa (3/12/2019).

Beberapa komoditi yang mengalami surplus di antaranya beras, yang surplus sebanyak 3,6 juta ton. Untuk tingkat konsumsi beras di Jawa Tengah adalah 3,2 juta ton pertahun atau 94 kg perkapita. Padahal kemampuan produksi beras Jawa Tengah mencapai 6,9 juta ton. Sementara untuk daging, Jawa Tengah dikenal sebagai penyangga kebutuhan daging Jabodetabek, dengan suplai 70 ribu ekor pertahun.

“Ketersediaan suplai daging di Jawa Tengah juga surplus. Karena dalam satu tahun kita memiliki sapi potong sebanyak 1,6 juta ekor, kambing ada 4 juta dan domba 2 juta ekor,” katanya.

Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan menjelang libur Nataru ini, Pemprov Jateng telah memperlebar kran distribusi ke seluruh daerah. Sementara untuk mengantisipasi kenaikan harga, bakal dilakukan operasi pasar.

“Kami ada 200 lembaga usaha pangan masyarakat ditambah 850 toko tani. Ini untuk mengatasi distribusi tersalur dan harga stabil. Sebagai contoh, jika harga beras di toko mencapai Rp 9.500, di toko tani harga beras hanya Rp 8.800,” ucapnya.

Dengan kemampuan tersebut, Agus mengatakan Jawa Tengah siap untuk mensuplai daerah lain jika dalam menghadapi libur Nataru ini kekurangan pangan. Namun dia juga telah mengantisipasi jika pihak-pihak yang ingin nakal. Sebab, biasanya dengan harga yang diharapkan stabil, kualitas justru turun karena dimanfaatkan pihak yang mencari keuntungan yang terlampau besar.

“Kecuali kedelai. Karena kedelai kita defisit sampai 200 ribu ton,” tandasnya. (*)

 

editor : ricky fitriyanto