in

Koleksi al-Qur’an Unik dan Langka di Gusjigang X Building Kudus

Falsafah “gusjigang” (bagus, ngaji, dagang) dari Sunan Kudus mengilhami gedung Gusjigang X Building. Mengkoleksi al-Quran yang ditulis di atas lontar, kulit sapi, kertas dan Quran Stambul yang supermini.

Masyarakat Kudus punya falsafah hidup “Gusjigang”. Falsafah ini merupakan local wisdom warisan Sunan Kudus, Syekh Ja’far Shodiq.

Gusjigang akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Bagus akhlaknya, pintar mengaji, dan terampil berdagang (entrepreneurship). Dari “gusjigang” terdapat 11 karakter turunan. “Bagus”, meliputi: jujur, toleran, disiplin, peduli sosial, dan tanggung jawab. “Ngaji”, meliputi rasa ingin tahu (terutama masalah-masalah agama) dan gemar membaca. Dan “dagang” berhubungan dengan kerja keras, kreatif, dan mandiri.

Untuk mewariskan falsafah hidup gusjigang ke generasi muda, sekaligus bentuk rasa syukur atas capaian Mubarokfood 1 Abad, Muhammad Hilmy sebagai CEO Mubarokfood Cipta Delicia membangun Museum Gusjigang, pada Mei 2017.

Museum ini berada di Lantai 2 Kompleks Museum Jenang Kudus tepatnya di Jalan
Sunan Muria No. 33A, Glantengan, Kota Kudus, Kudus, Jawa Tengah yang selanjutnya gedung ini bernama Gusjigang X-Building. Konsep gedung ini, “Dari Kudus Menyapa Peradaban Dunia”. Sedangkan Lantai 1 merupakan outlet Jenang Kudus Mubarok, pusat oleh-oleh khas Kudus.

Masuk Gusjigang X Building cukup dengan 10 ribu rupiah. Yang kita dapat, nuansa kuno kota Kudus di museum ini. Saya dan kawan-kawan, dari prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir IAIN Kudus, datang ke sana pada hari ke-16 Ramadhan 1444H, dalam acara study tour.

Saya merasakan indahnya nuansa kuning emas berhias ornamen dinding dengan motif arabesque. Ini foto ketika memasuki museum.

museum gusjigang x building
Bagian depan, memasuki museum, dengan hiasan indah dan motif arabesque.

Bagian awal ruang berisikan biografi para tokoh, karya satra, kemudian ruang literasi dan Kajian Peradaban Islam Nusantara, ruang Trilogi Ukhuwah, dan beberapa stand kearifan lokal budaya kudus, serta ruang Galeri.

Di ruang galeri kita bisa lihat indahnya replika Ka’bah, Galeri al-Qur’an, dan Asma’ al-Husna. Galeri al-Qur’an menyajikan manuskrip al-Qur’an 30 Juz dengan bermacam-macam ukuran dan media.

al-quran di atas daun lontar
Koleksi al-Qur’an 30 Juz ini sudah 300 tahun. Ditulis di atas daun lontar. Tanpa harakat. Sebagai syarat kelulusan santri, atas dawuh kyai mereka. Perlu effort lebih untuk melihat rasm yang dipakai di penulisan al-Quran ini.

Manuskrip ini ditulis di atas daun lontar.

Muhammad Kirom, marketing manager Mubarokfood, menjelaskan, “Manuskrip
al-Quran daun lontar ini telah berusia 300 tahun berasal dari kolektor asli Salatiga, kemudian diserahkan ke museum Gusjigang Kudus. Tentu dengan biaya pengganti yang tidak murah. Manuskrip Al-Quran 30 Juz dari daun lontar ini tergolong unik dan langka. Masih dalam kondisi utuh.”

Tulisan di manuskrip ini menggunakan “pengutik”, logam jarum yang dipanaskan, yang biasanya dipakai untuk menulis aksara kawi. Rangkaian ayat ditulis diatas helaian panjang daun lontar kering yang kemudian helaian daun ditautkan dengan tali atau sejenis benang. Helaian daun yang tertaut, terbentuk persis rajut seperti lembaran-lembaran yang kemudian dirajut dengan benang untuk menghasilkan
sebuah manuskrip Al-Quran daun lontar utuh. Sampul manuskrip ini sangat kuat, terbuat dari pelepah batang pohon lontar.

Menurut riwayat, manuskrip ini dibuat atas dawuh kyai sepuh pada masanya, sebagai syarat kelulusan santri.

Membutuhkan effort lebih untuk menganalisis aspek filologi manuskrip ini. Rasm tidak bisa diidentifikasi dengan mudah, namun terlihat bahwa manuskrip ini ditulis tanpa harakat. Setiap helain daun lontar terdiri dari tiga baris. Dalam satu lembar, rata-rata terdiri dari 15 helai daun lontar.

Lembaran manuskrip daun lontar terlihat warna coklat muda yang sudah kusam seiring usia manuskrip tersebut. Tulisannyapun sudah mulai memudar, sehingga
sangat sulit untuk diidentifikasi.

Daun lontar memiliki serat yang kuat ditambah dengan proses pembuatannya sebagai media manuskrip, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dari
proses pemetikan, penyucian, pengeringannya hingga terbentuk lembaran siap di gunakan bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hampir setahun.

al-quran kulit sapi
Koleksi al-Qur’an 30 Juz ini ditulis di atas daun sapi. Total beratnya 14,2 kg. Kondisi utuh dan terbaca jelas.

Selain manuskrip Al-Quran daun lontar, di galeri juga terdapat manuskrip al-Quran 30 Juz yang ditulis di atas kulit sapi, dengan berat 14,2 kg.

Secara fisik, tampak usia naskah cukup tua dengan kondisinya yang terbilang rapuh namun isinya masih terbaca dengan jelas.

Manuskrip ini berusia 10 tahun, dari seorang kolektor asal Kalimantan Timur.

al-Qur’an 30 Juz tulisan tangan, di atas kertas.

Ada juga manuskrip Al-Quran dari kertas kuno dengan berat mencapai 3,4 -8,2 kg.
Manuskrip ini memiliki ciri khas dan hiasan iluminasi masing-masing dari berbagai daerah Jawa Timur.

Selain itu, yang menarik ada al-Quran mini, yang sering dikenal sebagai Quran Stambul (Istanbul, Turki).

al-Qur’an 30 Juz ini lebih populer disebut Quran Stambul (Istanbul, Turki). Sangat kecil. Dilengkapi kaca pembesar.

Warna tulisannya kuning keemasan, merah dan hitam, yang dilengkapi dengan kaca pembesar.

Ini kalau kita zoom dan lihat dari dekat:

Quran Stambul jika dilihat dari dekat.

Rata-rata pengunjung di Museum Gusjigang, menurut petugas museum, pada hari biasa mencapai 300-500 setiap hari dan pada hari libur meningkat 2-3 kali lipat.

Saya dan kawan-kawan merasa senang dapat memetik hikmah di balik kepedulian terhadap warisan budaya Islam di masa lampau.

Bagi pembaca yang cinta al-Qur’an, suka melihat koleksi budaya kuno, dan mau datang, silakan lihat indahnya museum ini. [dm]

Syaifuddin Arrofiqi adalah mahasiswa UIN Kudus yang suka fotografi dan mengaji.

Syaifuddin Arrofiqi